REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Chairman of the Center for Dialogue and Cooperation Among Civilization (CDCC), Din Syamsuddin menilai, Perppu Ormas seharusnya memang tidak dibuat. Pasalnya, sudah ada UU nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas yang dianggap sudah memadai.
"Dari awal melihat Perppu itu semestinya tidak ada karena UU tentang ormas tahun 2013 sudah memadai, bahkan in line dengan nilai-nilai kontribusi Pasal 28 tentang kebebasan berserikat," kata Din di Universitas MUhammadiyah Yogyakarta, Kamis (27/7).
Ia menilai, UU ormas itu telah jadi salah satu pikiran dasar para pendiri bangsa, yang beberapa tahun kemudian didukung deklarasi universal tentang hak asasi manusia. Hal itu dikarenakan kebebasan berserikat dan berkumpul jadi kebebasan manusia.
Untuk itu, UU tentang ormas tahun 2013 dulu didorong untuk tidak meninggalkan prinsip-prinsip tersebut, yang beda dengan UU tahun 1995 di masa orde baru. Tapi, Perppu ormas dianggap berbeda dengan itu semua, terlebih banyaknya larangan yang ada.
"Perppu hampir 16 pasal itu bernada melarang, bertentangan dengan prinsip UUD 1945 pasal 28 tentang Hak Asasi Manusia," ujar Din.
Bahkan, lanjut Din, tentang presiden yang memiliki hak untuk mengajukan Perppu, apalagi dalam keadaan mendesak, Perppu itu tetap tidak boleh dikeluarkan. Menurut Din, kehadiran Perppu ormas cuma akan membalikkan arah jarum jam sejarah.
"Tentu ke arah otoritarianisme," ucapnya