REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengatakan hari ini KPK akan menghadirkan ahli hukum acara pidana dan ahli keuangan negara pada sidang praperadilan kasus BLBI yang digelar pada Senin (31/7) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Ahli yang akan dihadirkan pertama adalah ahli hukum acara pidana," ujarnya, Senin (31/7).
Febri menjelaskan, ahli pidana tersebut akan menegaskan kewenangan KPKmenangani BLBI sesuai dengan KUHAP dan UU KPK. Dihadirkan juga di sesi siang ahli keuangan negara.
"Akan diuraikan aspek kerugian keuangan negara dalam sebuah penanganan kasus korupsi. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, indikasi kerugian negara di kasus BLBI ini adalah Rp 3,7 triliun," jelasnya.
Menurut Febri, penanganan kasus BLBI ini perlu dilakukan dengan kerjasama sejumlah pihak, karena indikasi kerugian negara yang sangat besar sehingga hal tersebut tentu membebani perekonomian secara lebih luas.
Sebelumnya, KPK yakin hakim akan menolak praperadilan yang diajukan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT), terkait penetapan tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
KPK menetapkan Syafruddin Temenggung, sebagai tersangka. Penetapan ini terkait penerbitan SKL dalam BLBI. Dalam penyelidikan, KPK menemukan adanya indikasi korupsi dalam pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004.
SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh sejumlah obligator BLBI kepada BPPN. KPK menduga Syafrudin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara sekurangnya Rp 3,7 triliun. Sjamsul sudah menerima SKL dari BPPN, meski baru mengembalikan aset sebesar Rp 1,1 triliun, dari yang seharusnya Rp 4,8 triliun.