REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengkritisi keberadaan pasal 341 ayat 1 huruf A dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (UU Pemilu). Aturan itu dinilai terlalu spesifik dalan mengatur mengenai kotak suara dalam Pemilu.
Perludem mengingatkan implikasi dari keberadaan pasal tersebut yang memiliki konsekuensi berupa pengadaan kotak suara transparan untuk Pemilu. Menurut Titi, wajar jika publik mempertanyakan keberadaan pasal itu.
"Untuk pertama kalinya DPR sampai sangat teknis menyebutkan spesifikasi kotak suara. Konsekuensi logis dari sebuah norma yang mengubah secara fundamental spesifikasi kotak suara kita kan harus pengadaan," kata Titi kepada Republika, Selasa (1/8).
Titi pun membandingkan kondisi ini dengan penerapan voting elektronik atau e-voting. Jika e-voting jadi dilaksanakan maka dampak terdekat yang harus dipikirkan adalah soal pendanaan untuk sistem pemungutan suara secara daring atau online.
Titi menjelaskan segala sesuatu terkait nomenklatur baru dalam perlengkapan pemungutuan suara dan metode pemberian suara pasti konsekuensinya adalah pengadaan. "Sebab, hal itu mengubah secara mendasar apa yang kita praktikkan dalam pemilu sebelumnya," kata Titi menegaskan.
Dia pun mengingatkan para penyusun kebijakan untuk memahami konsekuensi pengadaan tersebut. Pasal tentang kotak suara transparan juga berdampak kepada keberadaan kotak suara yang masih ada saat ini tidak akan digunakan kembali.
Dia mencontohkan kalau kotak suara yang ada bisa digunakan untuk pilkada maka ada konsekuensi yakni kebutuhan ruang penyimpanan. Sekarang, dia menambahkan, KPU sudah mengeluh tidak punya gudang yang punya daya tampung cukup baik untuk kotak suara.
"Kalau kotak suara dobel-dobel (jenisnya) sangat bertentangan dengan asas efisiensi," kata Titi menjelaskan.
Wacana mengenai kotak suara transparan mengemuka setelah pegiat pemilu menduga pasal 341 ayat 1 huruf A merupakan pasal selundupan. Pasal itu berbunyi "Perlengkapan kotak suara untuk pemungutan suara harus bersifat transparan, yang bermakna bahwa isi kotak suara harus terlihat dari luar."
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu Lukman Edy mengatakan keberadaan pasal 341 ayat 1 huruf A sudah dibahas secara terbuka oleh semua fraksi di DPR. Keberadaan pasal yang membahas mengenai teknis kotak suara di antaranya untuk mengantisipasi kecurangan dalam pemilu mendatang.
Lukman menerangkan pertimbangan penggantian kotak suara dilatarbelakangi banyaknya kotak suara yang sudah rusak dan berlubang karena telah dipakai berkali-kali. Selain itu, tidak banyak lagi negara di dunia yang menggunakan kotak suara tertutup seperti yang ada di Indonesia saat ini.