Selasa 01 Aug 2017 20:20 WIB

Marak Pungli di Polri, Nasir: Lampu Kuning untuk Polri

Rep: Kabul Astuti/ Red: Bayu Hermawan
Anggota Komisi III DPR M Nasir Djamil (kanan) mendengar penjelasan Bupati Aceh Utara Muhammad Thayeb (kiri) saat membicarakan persoalan Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA) di Lhokseumawe, Aceh, Selasa (25/7).
Foto: Antara/Rahmad
Anggota Komisi III DPR M Nasir Djamil (kanan) mendengar penjelasan Bupati Aceh Utara Muhammad Thayeb (kiri) saat membicarakan persoalan Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA) di Lhokseumawe, Aceh, Selasa (25/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menuturkan, sejak dibentuk pada 20 Oktober 2016 hingga 19 Juli 2017, Satgas Saber Pungli sudah menerima 31.110 pengaduan.

Polri masuk dalam sepuluh besar instansi pemerintah yang paling kerap dilaporkan. Lengkapnya, sepuluh instansi pemerintah yang sering diadukan tersebut, yakni Kemendikbud, Polri, Kemenhub, Kemenkes, Kemenkumham, Kemendagri, Kemenag, Kementerian Agraria, Kementerian Keuangan, dan TNI.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Jamil, mengatakan kondisi ini patut menjadi lampu kuning bagi institusi Polri, yang harusnya bertugas melakukan penegakan hukum di Indonesia. Ia tidak menutup mata bahwa masih ada pungutan-pungutan liar di berbagai instansi pemerintahan, termasuk Polri.

Nasir mengakui banyak lahan di institusi kepolisian yang membuka peluang adanya pungli. Menurutnya, pungutan-pungutan liar banyak terjadi di tempat-tempat layanan publik. Di kepolisian, ada unit-unit layanan publik yang rawan pungutan liar. Misalnya, jasa pengurusan SIM, STNK, plat nomor kendaraan, serta layanan yang berhubungan dengan lalu lintas.

"Menurut saya, ini menjadi lampu kuning bagi Polri karena ini menyangkut dengan integritas pelayanan publik. Untuk memperbaiki dan meningkatkan integritas aparatnya dalam pelayanan publik," kata Nasir Jamil kepada Republika.co.id, Selasa (1/8).

Kendati, politikus asal Aceh ini menjelaskan, kadang-kadang pengguna jasa juga yang memberikan uang tanpa diminta oleh aparat. Hal ini lagi-lagi kembali pada integritas aparat penegak hukum. Nasir menyatakan, ini menjadi tugas Polri untuk membenahi manajemen pelayanan publiknya.

Untuk menekan pungli, menurut Nasir, Polri perlu memikirkan inovasi layanan berbasis elektronik agar petugas dengan pengguna jasa tidak perlu bertatap muka. "Pelayanan berbasis elektronik yang meminimalisir bertemunya antara pengguna jasa dengan yang melayani. Kalau itu dilakukan pasti akan bisa memperkecil," kata Nasir.

Anggota Komisi III DPR RI ini membenarkan bahwa penggunaan teknologi informasi dalam layanan publik di kepolisian sudah mulai dilakukan. Misalnya, pada layanan lalu lintas. Tapi, belum maksimal. Nasir pun mengakui bahwa menuntaskan pungli di institusi kepolisian tidak bisa dilakukan sekejap karena menyangkut perilaku masyarakat.

Karena itu, menurut Nasir, Kemenkopolhukam juga harus berusaha untuk mencari solusi mengatasi kondisi ini. Caranya, kata dia, dengan mendorong Polri memaksimalkan penerapan sistem layanan publik berbasis teknologi informasi.

"Menkopolhukam harus ada upaya mendorong kepolisian untuk memaksimalkan layanan berbasis teknologi informasi," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement