REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Network for South East Asian Studies (NSEAS) Muchtar Effendi menyebutkan, di era reformasi, terdapat pergeseran kekuasaan membuat regulasi. Karena itu, tanpa ada tanda tangan dari Presiden Joko Widodo, Undang-undang (UU) Pemilu tetap berlaku.
"Secara prosedural regulatif, UU Pemilu terakhir di samping disahkan pimpinan sidang paripurna DPR, juga harus ditandatangani oleh Presiden dalam kurun waktu 30 hari," jelas Muchtar kepada Republika.co.id, Kamis (3/8).
Muchtar mengatakan, di bawah era reformasi, ada pergeseran kekuasaan dalam membuat regulasi atau UU dari kekasaa eksekutif ke legislatif. Peran DPR menjadi lebih besar ketimbang pemerintah, tetapi pemerintah dibatasi 30 hari.
"Jika Jokowi tidak menandatangani UU Pemilu apakah bisa berlaku? Menurut hemat saya, UU Pemilu itu tetap berlaku," jelas Muchtar.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi telah menggelar sidang perdana uji materi ambang batas ambang batas pencalonan presiden pada pasal 222 UU Pemilu, pada Kamis (3/8). Dalam persidangan, Hakim Konstitusi, Saldi Isra, meminta pihak pengadu, yakni Habiburrokhman selaku ketua dewan pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) untuk bersabar menanti proses pengundangan UU Pemilu.