REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Mahkamah Agung (MA) mengabulkan uji materi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26/ 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek (PM 26). Beberapa poin dari keputusan MA tersebut mendapat dukungan dari sopir taksi dalam jaringan (daring) di Denpasar, Bali.
Robinson (45 tahun) sepakat tentang pembatasan tarif atas dan tarif bawah transportasi daring. Hal ini dinilainya sama-sama menguntungkan sopir, juga penumpang.
"Operator nantinya akan menetapkan tarif yang fair. Penumpang juga mengetahui jelas, sehingga tidak perlu waswas akan membayar angkutan yang tiba-tiba meningkat berkali lipat," katanya kepada Republika, Rabu (23/8).
Menurut pria asal Sumatra Utara ini, tarif transportasi daring yang ditetapkan operator saat ini dalam beberapa kondisi memang terlalu murah. Robinson juga mendukung putusan pemerintah yang membatalkan ketentuan penggantian nama Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) menjadi badan hukum yang selama ini diterapkan operator.
"Aturan STNK berbadan hukum ini kan menyulitkan sopir saat ingin menjual kembali kendaraannya," kata Robinson.
Kepala Dinas Perhubungan, Komunikas, dan Informasi Provinsi Bali, I Gusti Agung Ngurah Sudarsana mengatakan putusan MA tersebut dapat diterima karena Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) perlu didukung. Dasar pemikiran ini yang dipakai MA untuk membatalkan beberapa pasal dalam keputusannya.
"Sementara waktu, proses awalnya jalan terus sesuai ketentuan PM 26 sebanyak 11 poin tersebut. Kami menunggu Kementerian Perhubungan dalam waktu tiga bulan ke depan untuk mengubah pasal yang dibatalkan atau mencabutnya," kata Sudarsana.
Sudarsana menilai keputusan MA ini cukup fair bagi perusahaan transportasi daring dan konvensional. Pihaknya dalam waktu dekat akan kembali mengumpulkan pelaku usaha transportasi daring dan konvensional untuk memberi solusi.
Pemerintah Provinsi Bali mendorong pelaku usaha taksi konvensional untuk tidak menutup diri bagi perkembangan teknologi saat ini. Ia mencontohkan Balicab, aplikasi transportasi daring karya anak-anak muda Bali yang jika dikembangkan lebih jauh bisa menyaingi perusahaan transportasi daring yang sudah menjamur di berbagai kota di Indonesia saat ini, khususnya Grab dan Uber.
"Kita tak boleh ketinggalan momen sekecil apapun. Taksi daring itu mengikuti perkembangan teknologi. Jadi, ngapain kita ribut?" katanya.
Kementerian Perhubungan berencana membentuk tim kajian untuk menentukan langkah lanjutan setelah MA mengabulkan gugatan terhadap payung hukum yang mengatur transportasi berbasis aplikasi. Sudarsana berharap hasil evaluasinya nanti bisa memfasilitasi kedua pihak.