Rabu 06 Sep 2017 07:07 WIB

Kunjungi Myanmar, Ini yang Dibahas PM India

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Bilal Ramadhan
Perdana Menteri India Narendra Modi.
Foto: food.ndtv.com
Perdana Menteri India Narendra Modi.

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPHYTAW -- Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi mengunjungi Myanmar. Ia pun mendarat di Napytaw pada Senin malam, Senin, (4/9). Jurnalis veteran yang telah menghabiskan lebih dari satu dekade untuk mempromosikan demokrasi di Myanmar Bidhayak Das menilai, kunjungan itu tidak mungkin hanya kunjungan biasa.

Pasalnya, kedua negara dalam kondisi kritis menghadapi masalah pemberontakan bersenjata. Meski begitu dari sisi demokrasi, menurut Bidhayak, mungkin India berada di depan Myanmar. India telah belajar memperkuat demokrasinya sejak Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) terpilih untuk berkuasa pada 2015.

"Lalu apa yang akan dibahas PM Modi dengan Presiden Myanmar U Htin Kyaw dan Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi di ibukota Myanmar? Kemungkinan pembicaraan cenderung dimulai dengan tinjauan rutin terhadap perkembangan hubungan bilateral," tulis Bidhayak, seperti dikutip Irrawaddy.com, Selasa, (5/9).

Kemudian, kata dia, pembicaraan berlanjut dan fokus pada kerjasama pembangunan serta bantuan sosial ekonomi yang dilakukan India untuk Myanmar. Hanya saja, di antara semua pembahasan, tampaknya Modi pun siap mengangkat isu penguatan kerjasama antara India dan Myanmar mengenai keamanan juga kotraterorisme.

Sebelumnya, Bidhayak mengungkapkan, India telah dikhawatirkan dengan pergantian peristiwa yang terjadi baru-baru ini di Rakhine Utara, di sana sebuah pemberontakan Muslim telah mengakar. Perhatian itu pun berkembang dengan baik, mengingat India mempunyai batas sebesar 1.643 kilometer dengan Myanmar serta beberapa negara bagian timur laut india seperti Mizoram dan Tripura berada di dekat jalur perbukitan Chittagong di Bangladesh, yakni dekat Rakhine Utara.

Kekhawatiran tersebut, menurut Bidhayak, mungkin mencapai di luar pemberontakan itu sendiri dan dampaknya. Pasalnya, orang Hindu Rakhine juga diserang, beberapa orang pun dilaporkan terbunuh, bersama dengan umat Islam dan Budha.

Situasi butuk komunitas Muslim Rohingnya di Rakhine Utara yang disebut sebagai 'orang Bengali' oleh pemerintah Burma, untuk mengidentifikasi mereka sebagai orang asing dari Bangladesh, terus menjadi perhatian. Baru-baru ini, pemerintah India juga mendapat tekanan internasional untuk menghentikan potensi deportasi lebih dari 40 ribu pengungsi Rohingnya.

Bahkan, komisi hak asasi manusia nasional pada 18 Agustus lalu, mempertanyakan langkah tersebut dan menulis surat kepada kementerian dalam negeri India. Mereka juga meminta laporan terperinci dalam waktu empat minggu.

Hanya saja, satu-satunya berita yang beredar dari pemerintah India yakni dari Perwira Senior di Kementerian Luar Negeri India Sripriya Ranganathan mengatakan, PM Modi berencana menangani masalah ini. Ia mengatakan kepada wartawan, isu Rohingnya di India akan ditampilkan dalam diskusi PM Modi bersama Daw Aung San Suu Kyi.

"Kami akan membahas bagaimana India dapat membantu mereka dalam menangani situasi yang berlaku di negara bagian itu," ujar Ranganathan yang telah dikutip dari media di India.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement