REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Majelis umum badan kepolisian dunia menetapkan Palestina sebagai anggota baru Interpol, berdasarkan hasil pemungutan suara di Beijing, Rabu (27/9). Proses pemungutan suara untuk mengangkat Palestina sebagai negara anggota Interpol, sempat ditentang Israel.
"Negara Palestina dan Kepulauan Solomon sekarang menjadi negara anggota Interpol," kata Interpol di Tweeter.
Kementerian Luar Negeri Israel, yang sebelumnya menyatakan upaya Israel menunda pemungutan suara hingga tahun depan gagal, belum memberikan tanggapan atas keputusan tersebut.
Israel menyatakan Palestina bukan negara dan tidak memenuhi syarat untuk menjadi anggota Interpol. Di bawah kesepakatan perdamaian Israel-Palestina, pemerintah Palestina diberi kekuasaan terbatas di Tepi Barat, yang didudukinya, dan Jalur Gaza.
"Kemenangan itu dimungkinkan karena sikap dasar sebagian besar anggota Interpol," demikian pernyataan Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Al-Maliki.
Badan Pembebasan Palestina mengatakan di Twitter bahwa lebih dari 75 persen anggota Interpol memilih menyetujui keanggotaan itu.
"Pada kesempatan menggembirakan ini, negara Palestina mengulangi tekadnya menjunjung tinggi kewajiban dan sumbangsihnya dalam memerangi kejahatan dan melanjutkan penegakan hukum," kata Maliki.
Pada 2012, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa meningkatkan kedudukan Palestina dari pengamat di Perserikatan Bangsa-Bangsa mejadi "negara bukan anggota" dari "kelompok", seperti Vatikan.
Langkah itu sedikit lagi ke keanggotaan badan dunia tersebut, tapi terdapat dampak hukum penting dalam memungkinkan Palestina ke badan dunia, saat mereka memilih bergabung.