Jumat 06 Oct 2017 19:10 WIB

Pengamat Haji: Aset First Travel Harus Transparan

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Bilal Ramadhan
Polisi mengawal tersangka kasus penipuan PT First Travel Andika Surachman (tengah) saat gelar perkara kasus penipuan PT First Travel di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (22/8).
Foto: Antara/Reno Esnir
Polisi mengawal tersangka kasus penipuan PT First Travel Andika Surachman (tengah) saat gelar perkara kasus penipuan PT First Travel di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (22/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga saat ini, pihak kepolisian belum juga terbuka dengan aset First Travel, sehingga perlu adanya transparasi soal aset ini. Karena tidak ada jaminan jamaah akan bisa diberangkatkan pada 2020, karena darimana asal uang untuk memberangkatkan umrah para jamaah tidak jelas.

Pengamat haji Indonesia Ade Marfuddin Rabithah menuturkan aset yang telah dijual, totalnya harus diumumkan pada publik dan pada yang dirugikan. "Selamatkan jamaah yang mau berangkat, ya diberangkatkan saja dengan aset yang dijual," ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (6/10) siang.

Ade menyetujui keinginan para jamaah yang mengharuskan jamaah diberangkatkan secara berangsur-angsur, karena itu tidak bisa dilakukan secara sekaligus. Apalagi aset dijual, dan hasilnya ditumpuk dulu, itu tidak akan berjalan dan tidak akan ada bisa yang menjamin.

"Ini bukan kesalahan travel sendiri, ini juga ada penghimpunan dana besar yang luput dari pengawasan OJK dan perbankan BI, harusnya para pengawas keuangan itu juga menegur dari awal, ini uang siapa kok bisa membengkak. Kasus First Travel ini kan jadi kena kemana-mana," jelas Ade.

Jika ternyata aset tidak cukup, tentu harus diubah caranya. Misalnya mau dibagi rata saja asetnya, ya segera dibagi saja, daripada semua jamaah dirugikan. Seharusnya, ada cara yang bijak yang bisa disampaikan pada jamaah yang dirugikan. Karena perihal total aset, saat ini masih hanya sekedar indikasi, belum jumlah pasti.

"Harusnya ada tim mewakili dari korban, tim pemerintah, tim kepolisian, kejar itu asetnya, kumpulkan, sehingga perwakilan jamaah mengetahui. Tidak boleh sepihak hanya pemerintah saja. Kita khawatir kalau hanya pemerintah dan polisi saja dan tidak melibatkan orang yang dirugikan, itu jadi masalah lagi," jelas Ade.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement