REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai Polri harus melakukan pembenahan di institusinya terlebih dahulu sebelum membentuk Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) Polri.
Ia mengatakan, korupsi yang terjadi diIndonesia saat ini dilakukan dengan terstruktur, sistematik, dan masif di seluruh sektor kekuasaan, termasuk di sektor penegak hukum.
"Mengingat korupsi yang terjadi di Indonesia sudah terstruktur, sistematik dan masif terjadi di semua sektor kekuasaan termasuk di sekitar penegak hukum," kata Fickar saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (15/10).
Dengan anggaran yang cukup besar untuk membentuk Densus Tipikor Polri, ia pun berharap penegakan hukum terhadap kasus korupsi ini juga diikuti dengan pembenahan kinerja dan budaya penegak hukum.
"Densus yang akan dibentuk dengan struktur biaya yang cukup besar itu diharapkan tidak hanya bertumpu pada formalitas kelembagaan saja, tetapi juga substansi kinerja dan budayanya, artinya jika ingin membersihkan harus menggunakan sapu yang bersih," jelas dia.
Kendati demikian, ia mengapresiasi upayaPolri untuk memberantas tindakan-tindakan korupsi di Indonesia. Terlebih,kepolisian memang memiliki kewenangan penyelidikan dan penyidikan. "Kita mengapresiasi siapapun termasuk kepolisian meningkatkan upaya pemberantasan korupsi," kata Fickar.
Rencana pembentukan Densus Tipikor Polriini akan menelan anggaran hingga Rp 2,6 triliun. Kapolri Jenderal Polisi TitoKarnavian mengatakan, anggaran tersebut akan digunakan untuk belanja pegawai yang sebesar Rp 786 miliar, operasional Rp 359 miliar, dan belanja modal Rp1,55 triliun. Gaji yang diterima anggota Densus pun diharapkan sebesar gaji yang diterima anggota KPK.