REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo kurang setuju dengan pembentukan Densus Tipikor. Ia mengatakan, pemberantasan tindak pidana korupsi sebaiknya dengan mengefektifkan lembaga yang telah ada.
"Soal Densus Tipikor menurut saya yang ada diefektifkan," katanya pada seminar nasional 'Pengenalan Bentuk Grand Design Pencegahan Korupsi" di Universitas Tidar Magelang di Magelang, Sabtu (21/10).
Ia menuturkan KPK tidak mempunyai kewenangan untuk membuat undang-undang. Mereka yang membuat undang-undang itu adalah pemerintah dengan kabinetnya bersama DPR. "Namun, KPK memang memberikan masukan," katanya.
Ia menuturkan biasanya dukungan dari rakyat banyak untuk pemberantasan tindak pidana korupsi. Mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat biasanya melakukan tekanan. "Tetapi yang menekan bukan KPK tetapi teman-teman dari NGO dan mahasiswa, kejadiannya selalu berulang seperti itu," katanya.
Kalau ditanyakan tentang Densus Tipikor, katanya, KPK hanya sebagai pengguna. Namun, dia melihat tumpang tindih kewenangan mengingat terlalu banyak lembaga yang menangani suatu hal di negara ini.
Ia mencontohkan pegawai negeri sipil (PNS) yang menangani lima lembaga, keamanan di laut ditangani enam lembaga, padahal di tempat lain tidak seperti itu.
Menurut dia, seharusnya difokuskan, sistem itu harus dibangun secara betul. Ia mengatakan kalau melihat perkembangan di kepolisian dengan adanya Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), kemudian Badan Narkotika Nasional (BNN), itu yang harus dipikirkan. "Saya tidak menyikapi harus tidak ada, karena itu kewenangan Presiden. Tetapi tumpang tindih, pemborosan, inefisiensi. Harus ada pembinaan yang lebih baik," katanya.
Ia mencontohkan apakah BNN dengan para personel yang menangani narkoba di kepolisian, di lapangan bersaing atau tidak.
"Hal ini harus benar-benar dievaluasi, kemudian yang menangani teroris dengan BNPT bersaing di lapangan atau tidak, hal ini perlu dicarikan jalan keluar secara bijaksana," katanya.