REPUBLIKA.CO.ID, KUWAIT CITY -- Emir Kuwait Sheikh Sabah Al Ahmad Al Sabah memperingatkan runtuhnya Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) jika krisis dengan Qatar tetap tidak terselesaikan.
Dalam sebuah pernyataan di sebuah sidang parlemen Kuwait pada Selasa, Emir tersebut memperingatkan pemimpin GCC tentang kemungkinan intervensi militer dan politik yang mungkin terjadi sebagai akibat dari kebuntuan politik.
"Bertentangan dengan harapan kami, krisis Teluk berpotensi meningkat, oleh karena itu, kita semua harus sepenuhnya menyadari konsekuensi potensial," kata Sheikh Sabah seperti dilansir Aljazirah, Selasa (24/10).
Ia mengatakan, setiap eskalasi akan membawa sebuah panggilan langsung untuk intervensi regional dan internasional, yang akan menghancurkan keamanan Teluk dan rakyatnya. GCC adalah aliansi politik dan ekonomi negara-negara di semenanjung Arab, termasuk Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Didirikan pada 1981, aliansi tersebut mendorong kerja sama ekonomi, keamanan, budaya dan sosial antara keenam negara tersebut. Namun nasib GCC telah dipertanyakan karena adanya blokade darat, udara dan laut yang diberlakukan di Qatar oleh Bahrain, Arab Saudi, UEA dan Mesir pada 5 Juni.
Sheikh Sabah menekankan, upaya mediasi Kuwait harus dilihat melalui hubungan kekeluargaan negara-negara Teluk. "Kami bukan pihak ketiga dalam krisis ini, melainkan pihak satu dengan dua negara saudara lainnya dalam krisis ini," tambahnya.
Menurutnya, GCC adalah satu-satunya harapan di tengah krisis yang mencengkeram wilayah tersebut. Dia memperingatkan runtuhnya GCC akan berarti runtuhnya benteng terakhir kerja sama antara Arab dan negara lainnya. Untuk itu, Kuwait ingin menyelesaikan krisis dan mencegah GCC hancur.
"Sejarah dan generasi masa depan orang Arab tidak akan melupakan orang-orang yang berkontribusi terhadap eskalasi konflik dan menyebabkan kehancuran Teluk," tambah Syekh Sabah.
Negara-negara yang memberlakukan blokade Qatar mengklaim Qatar mendukung terorisme, memelihara hubungan baik dengan Iran dan mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Tapi Qatar menolak tuduhan tersebut dan mengatakan apa yang dilakukan keempat neagra tersebut sebagai bagian dari pelanggaran kedaulatan.
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement