REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara (Jubir) Mahkamah Konstotusi (MK) Fajar Laksono mengatakan, gugatan Perppu Ormas harus segera diputus majelis hakim. Mengingat Perppu sudah disahkan DPR RI menjadi Undang-Undang, artinya MK tidak bisa menerima atau menolak judicial review Perppu Nomor 2/2017 Tentang Ormas.
"Nah tetapi kalau kemudian Perppu sudah jadi UU, tentu pengujian Perppu menjadi kehilangan objek, seperti halnya pengalaman-pengalaman yang dulu , kalau sudah kehilangan berarti sudah todak ada objek, harus segera diputus, artinya tidak diterima," kata Fajar, Rabu (25/10).
Fajar melanjutkan, memang disahkannya Perppu itu baru secara politik. Sidang paripurna DPR adalah pengesahan politik. Secara materil, menurutnya sudah disahkan, tetapi secara formil belum, karena Perppu harus dijadikan UU terlebih dulu. Tetapi, pengujian gugatan Perppu Ormas di MK menjadi kehilangan objek.
Karena Perppu sudah menjadi UU, kata dia, maka perkaranya tidak lagi menguji Perppu, melainkan UU. Apabila penggugat Perppu masih mempersoalkan, maka bisa atau harus mengganti objek gugatan.
"Ya jadi objeknya kan sudah UU, jadi perkaranya. Memang begitu sistem, mekanisme yang berlaku. Sekarang kalau sudah kehilanagan objek, langsung serta merta ganti di persiadahan agak aneh juga," jelasnya.
Sebelumnya sidang gugatan Perppu Ormas sudah berjalan di MK. Salah satu penggugat Perppu Nomor 2/2017 Tentang Ormas adalah juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto yang didampingi kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra.
Selain Ismail, tercatat para penggugat lainnya, seperti Yayasan Sharia Law Alqonuni, Pusat Persatuan Islam, Aliansi Nusantara, Perseorangan Afriady Putra, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Yayasan Forum Silaturahmi Antar Pengajian Indonesia dan Perkumpulan Pemuda Muslimin Indonesia sertaAdvokat Cinta Tanah Air (ACTA), yakni Herdiansyah dan Ali Hakim Lubis.