Jumat 03 Nov 2017 15:03 WIB

Safenet Minta Pemidanaan Penyebar Meme Setnov Dihentikan

Kuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto Frederic Yunadi (kanan) dan timnya menunjukkan sejumlah meme Setya Novanto yang beredar di internet di Direktorat Pidana Cyber Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (1/11).
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Kuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto Frederic Yunadi (kanan) dan timnya menunjukkan sejumlah meme Setya Novanto yang beredar di internet di Direktorat Pidana Cyber Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (1/11).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Jaringan relawan kebebasan ekspresi di Asia Tenggara yakni Southeast Asia Freedom of Expression Network/Safenet menyampaikan sejumlah desakan kepada Kepolisian Republik Indonesia pascapenangkapan atas warganet bernama  Dyan Kemala Arrizzqi atas dugaan telah melakukan tindakan pencemaran nama baik terhadap Setya Novanto (Setnov).

Safenet antara lain meminta POlri menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dengan mendorong mediasi para pihak untuk mengklarifikasi sebagai upaya penyelesaian, mengingat kasus pemidanaan defamasi seharusnya adalah upaya hukum terakhir (ultimuum remedium). "Sudahkah kesempatan klarifikasi tersebut diberikan kepada mereka yang disangkakan melakukan pencemaran nama baik? Sudahkah diupayakan mediasi sebelum menempuh jalur pemidanaan?" kata Regional Coordinator Safenet,  Damar Juniarto dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, Jumat (3/11).

Sebelumnya, pada Selasa (31/11), Dyan Kemala di tangkap di rumahnya di Tangerang sekitar pukul 22.00 WIB.Perempuan pemilik akun instagram @dazzlingdyann berusia 29 tahun itu kini  berstatus tersangka dan dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana pasal 45 ayat 3 UU ITE maksimal 4 tahun penjara dan atau denda Rp 750 juta. Penangkapan ini bagian dari proses penyidikan polisi setelah menerima aduan Setya Novanto lewat kuasa hukumnya yakni Fredrich Yunadi dan Yudha Pandu pada 10 Oktober 2017.

Menurut Damar, yan bukan satu-satunya orang yang diadukan, karena dalam surat laporan polisi nomor LP/1032/X/2017/Bareskrim ada 32 akun Instagram, Twitter, dan Facebook yang dilaporkan ke Ditsiber Bareskrim Polri pada 10 Oktober 2017.

Karena itu, lanjut Damar, Safenet mendesak Polri memberikan proses hukum yang layak pada mereka yang diduga melakukan tindakan pidana pencemaran nama, yaitu proses pengiriman surat panggilan dan kesempatan untuk memberikan klarifikasi di depan penyidik, sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

Menurut Damar, penangkapan yang sah mensyaratkan banyak hal yaitu terpenuhinya alat bukti permulaan yang cukup, penangkapan dilakukan karena yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan polisi, berpijak pada landasan hukum yang di dalam pasal defamasi sesuai UU Nomor 19 Tahun 2016 telah turun ancaman pidananya menjadi 4 tahun dan atau denda Rp 750 juta sehingga sesuai hukum acara tidak boleh dilakukan penangkapan. Lalu bila dilakukan penahanan dari penyidik polisi, maka harus memenuhi syarat penahanan subyektif sesuai Pasal 21 ayat (1) KUHAP artinya terdakwa bisa ditahan apabila penyidik menilai atau khawatir tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana.

"Dengan kata lain jika penyidik menilai tersangka/terdakwa tidak akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana maka si tersangka/terdakwa tidak perlu ditahan. Oleh karena itu, penangkapan dan penahanan para penyebar meme ini merupakan tindakan sewenang-wenang yang merenggut hak asasi seseorang dan pantas dikecam," kata Damar.

Menurut Damar, penyebaran meme terkait Setya Novanto di bulan September 2017 tidak bisa dilepaskan dari konteksnya yaitu kegeraman masyarakat luas atas proses pemeriksaan kasus mega korupsi e-KTP yang diduga melibatkan diri Setya Novanto. "Alih-alih memenuhi panggilan pemeriksaan, Setya Novanto secara tiba-tiba sakit dan mangkir dari panggilan," kata Damar.

Lalu tidak lama kemudian, lanjut Damar, muncul meme tersebut yang merupakan reaksi spontan masyarakat sehingga tidak bisa dikatakan sebagai bentuk penghinaan yang dilakukan dengan sengaja, apalagi digerakkan secara sepihak. Damar menegaskan, memisahkan teks dengan konteks dalam kasus penyebaran meme ini membuat pokok persoalan hukum menjadi timpang dan tidak menyentuh akar masalah korupsi yang menyebabkan munculnya penyebaran meme tersebut serta berdampak pada pelemahan gerakan antikorupsi demi tercapainya pemerintahan yang bersih dan akuntabel.

 

"Oleh karena itu, segera hentikan pemidanaan terhadap para penyebar meme Setya Novanto ini dan sebaiknya kuasa hukum Setya Novanto mencabut aduan karena dampak yang ditimbulkan dari pemidanaan ini akan merugikan banyak pihak," kata Damar.

Sebelumnya, Kuasa hukum Novanto, Friedrich Yunadi telah melaporkan penyebar meme kliennya pada (10/10) lalu. Laporan tersebut bukan atas nama Novanto melainkan kuasa hukumnya yang bernama Yuda Pandu dengan laporan polisi nomor LP/1032/X/2017/Bareskrim.

Friedrich menuturkan, foto Setnov mengalami penyuntingan sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan buruk pada Setnov. Bahkan, menurut Friedrich, kendati akun yang dilaporkan hanya sekitar 30, berdasarkan pengembangan, didapatkan lebih dari 60 akun. Jumlah itu didapat berdasarkan pengembangan polisi dan keterangan ahli.

"60 sekian, kan kita harus gunakan saksi ahli, menunjukkan akun mana yang merupakan penghinaan. Yang bagaimana termasuk kategori pencemaran nama baik. Kan tidak serta merta," kata Friedrich, Kamis (2/11).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement