Rabu 08 Nov 2017 13:39 WIB

Putusan MK Soal Penganut Kepercayaan Distorsikan Makna Agama

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agus Yulianto
Sekjen DPP PPP, Romy Romahurmuziy (kiri), dan Sekertaris Fraksi PPP, Arwani Thomafi (kanan)
Foto: Antara
Sekjen DPP PPP, Romy Romahurmuziy (kiri), dan Sekertaris Fraksi PPP, Arwani Thomafi (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi PPP mengaku kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi kemarin yang intinya mewajibkan negara mencantumkan penganut kepercayaan di kolom agama Kartu Tanda Penduduk (KTP). Bagi PPP, putusan MK itu justru dapat mengaburkan prinsip negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

"Putusan MK ini dapat mengaburkan prinsip negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Lalu yang kedua, putusan ini, juga berpotensi mendistorsi makna atau definisi agama itu sendiri," kata Anggota Komisi II DPR Fraksi PPP Arwani Thomafi saat dihubungi, Rabu (8/11).

Arwani mengatakan, bahwa agama dan kepercayaan itu entitas yang berbeda. Meski memang, diakui dia, keberadaan keduanya dalam koridor yang dilindungi oleh konstitusi. Namun, keduanya tidak bisa disamakan.

Karena itu pula, kata Arwani, fraksinya di DPR akan mengajukan revisi terhadap Undang-undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk). "Ini sebagai tindak lanjut atas putusan MK kemarin yang intinya mewajibkan negara mencantumkan penganut kepercayaan di kolom agama KTP," katanya.

Bagi PPP, dikatakan Arwani, isi revisi tersebut harus mempertegas perbedaan soal agama dan aliran kepercayaan. Namun, dia belum mengetahui apakah melalui revisi itu nantinya akan ada kartu khusus untuk penganut kepercayaan atau tidak.

Karena, menurutnya, bentuk pengakuan negara terhadap para penganut kepercayaan tentu harus melalui pembahasan saat merevisi UU Adminduk. "Saya kira pelaksanaannya nanti di perubahan UU Adminduk itu, dan lihat nanti sejauh mana perubahan UU Adminduk itu," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement