REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim menilai wajar jika ada 'serangan balik' dari terduga pelaku korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, hal tersebut selalu terjadi dalam sejarah pemberantasan korupsi.
"Wajar saja, begitulah salah satu tantangan pemberantasan korupsi," kata Hifdzil kepada Republika.co.id, Ahad (12/11).
Menurut Hifdzil, namun serangan balik itu biasanya dalam kasus tertentu saja. Kalau hanya kasus dengan skala kecil, tidak ada serangan balik seperti kembali melaporkan KPK. Ia turut mencontohkan kasus korupsi Simulator SIM oleh mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Irjen Pol Djoko Susilo (2013) dan Komjen Pol Budi Gunawan terkait rekening tidak wajar (2015).
"Itu kan sampai penyidik (KPK) nya ditahan, terus waktu KPK meriksa Budi Gunawan. Sekarang (kasus) Setnov, dilaporkan balik, bagi saya wajar saja," ujarnya
Hifdzil melanjutkan, KPK harus tetap saja mengikuti jalur hukum yang coba dilakukan pengacara Setya Novanto (Setnov). Menurutnya, KPK tidak perlu mengikuti irama serangan balik mereka, melainkan ikuti saja nada KPK sendiri.
Iaa menilai kasus dugaan pemalsuan dokumen oleh dua pimpinan KPK yang dilaporkan pengacara Setnov, Freidrich Yunadi ke Bareskrim Polri juga masih remang-remang. Dia tak menyangkal ini bagian dari serangan balik pihak Setnov.
"Memang yang harus dilihat dulu surat perintahnya ngomong apa, nah pengacaranya Setnov enggak mau membuka, menurut saya masih remang-remang di situ," katanya menambahkan.