Selasa 14 Nov 2017 08:28 WIB

Dokter Helmi yang tak Punya Riwayat Sakit Jiwa

Tersangka penembakan dokter Letty, dokter Helmi saat tiba di Mapolda Metro Jaya, Jumat (10/11).
Foto: Republika/Rahma Sulistya
Tersangka penembakan dokter Letty, dokter Helmi saat tiba di Mapolda Metro Jaya, Jumat (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rahma Sulistya

Penyidik Polda Metro Jaya segera memeriksa kejiwaan dan psikologis Dokter (dr) Ryan Helmi yang menembak mati istrinya, dr Letty Sultri. Kasubdit Kejahatan dan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Hendy F Kurniawan mengatakan, penyidik tidak dapat menyimpulkan kondisi kejiwaaan Helmi sebelum hasil tes terbit.

Menurut Hendy, penyidik harus menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Dokkes) Polda Metro Jaya. Oleh karena itu, pihaknya tidak berani melabeli apakah tersangka gila atau hanya berpura-pura.

"Hari (Senin) ini baru dikirim surat permintaan ke Dokkes Polda Metro Jaya. Itu enggak bisa dipatokkan, mesti dites kejiwaan atau enggak karena yang bersangkutan memang tidak punya riwayat gila, kayaknya," kata Hendy di Jakarta, Senin (13/11).

Hendy menyebutkan, Helmi diduga tidak memiliki riwayat gangguan kejiwaan. Meski begitu, penyidik tetap ingin mendapatkan kepastian medis melalui serangkaian tes.

Dia menerangkan, tersangka bisa memberikan keterangan secara runut ketika diperiksa penyidik. Hendy melanjutkan, saat berdiskusi dengannya, obrolan dengan tersangka juga lancar, bahkan keduanya membicarakan soal ancaman hukuman dan lain-lainnya. Namun, ada beberapa bagian cerita yang dipotong, berubah, dan melompat-lompat yang disampaikan oleh tersangka.

"Misalkan peluru, 'Saya tidak masukkan peluru,’" ungkap Hendy.

Penyidik pada Senin menggelar prarekonstruksi di tempat kejadian perkara (TKP) penembakan dr Letty di Azzahra Medical Center dan di Mapolda Metro Jaya. Hendy menyatakan, prarekonstruksi di Azzahra Medical Center terdiri atas 20 adegan, sementara di Mapolda tiga adegan. Setelah menembak istrinya, pelaku naik ojek daring untuk menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya.

Dia menambahkan, Helmi mendatangi klinik istrinya dengan memesan ojek daring dari wilayah Kota Bekasi. Tersangka sempat berteduh ketika hujan dan memanfaatkan saat tersebut untuk mengisi peluru dan memasukkan senjata ke plastik.

"Harusnya (TKP juga) di Bekasi, saat masukkan peluru, tapi kami bawa ke polda saja. Tiga di antaranya di polda, sisanya di TKP. Ojeknya pesan di Bekasi, di klinik tempatnya bekerja, lalu neduh karena gerimis, masukkan peluru, dan dimasukkan plastik," tutur Hendy.

Untuk kelanjutan perkembangan dari kasus penembakan tersebut, polisi masih menunggu hasil dari prarekonstruksi. Kepemilikan senjata api (senpi) pelaku pun ternyata tidak berizin. Menurut Hendy, tersangka memegang senjata api sejak Juli 2017.

Rahmat, saksi yang merupakan pengemudi ojek daring, mengaku tidak tahu dengan aksi yang dilakukan Helmi. Bahkan, ketika pelaku meminta diantar ke klinik korban, Rahmat menuturkan, pelaku hanya diam dan tidak berbicara sepatah kata pun.

"Awalnya di sekitar kantor wali kota Bekasi (dapat penumpang, yakni pelaku), lalu ke klinik (Azzahra Medical Center). Dari parkiran, dengar ada suara itu, kaget saya. Kok itu penumpang saya? Orang kan teriak," papar Rahmat.

Usai menembak, pelaku meminta kepada Rahmat untuk diantarkan ke Mapolda Metro Jaya. Dia pun mengantarkan sesuai permintaan dan setelah itu pergi. "’Saya mau menyerahkan diri.’ Dia minta tungguin 10 menit, tapi saya langsung keluar polda (tidak menunggu)," kata Rahmat.

Kerabat korban bernama Yeti Irma menilai dr Helmi merupakan tipe orang yang kasar. Dokter Letty juga sudah pernah melaporkan suaminya ke polisi dengan alasan melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Alasan itu pula yang membuat korban menggugat cerai suaminya.

"Beberapa kali KDRT, sudah dilaporkan, diseret, ditarik. Kasar orangnya. Tetapi, almarhumah mau. Kami enggak bisa ikut campur. Hanya berharap, insya Allah, berubah," kata Yety dalam kesempatan berbeda.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, korban memang sempat melaporkan tindakan dr Helmy ke polisi. Namun, dengan alasan yang tak diketahui, korban akhirnya membatalkan laporan itu. "Dilaporkan KRDT, kan masuk aduan, tetapi sudah dicabut oleh istrinya," ujar Argo di TKP prarekonstruksi di Cawang.

Helmi menembak mati Letty di Azzahra Medical Center, Cawang, Jakarta Timur, Kamis (9/11) sekitar pukul 14.30 WIB. Polisi menduga Helmi menembak mati istrinya karena persoalan rumah tangga dan enggan bercerai.

Dari tangan Helmy, polisi menyita dua pucuk senjata api jenis revolver rakitan dan FN yang dibeli tersangka seharga Rp 45 juta dari seseorang.

(Tulisan diolah oleh Erik Purnama Putra).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement