REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator dari Indonesia Corruption Watch (ICW)Adnan Topan Husodo menyayangkan sikap dari Ketua DPR RI Setya Novanto yang tidak mencerminkan posisinya sebagai seorang pejabat publik. Adnan pun menyarankan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya paksa pemanggilan terhadap tersangka kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) tersebut.
"Perlu sikap teladan bagi masyarakat dalam menghormati hukum semestinya. Karena itu sebenarnya apa yang dilakukan oleh Setya Novanto perlu direspon secara cepat dalam bentuk yang diperlukan untuk mengungkapkan kasus itu lebih jauh sampai misalnya pemanggilan paksa jika memang itu sudah memenuhi kriteria yang diatur oleh UU," ujar Adnan di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta, Rabu (15/11).
Menurut Adnan, terkait dengan izin dari Presiden Joko Widodo, selama ini sudah jelas dalam putusan MK mengatakan bahwa terkait dengan kasus korupsi tidak perlu izin dari Presiden. Terlebih, KPK memiliki kekhususan sebagai lembaga penegak hukum.
"Itu saya kira itu alasan yang mengada-ada tentu saja," tegasnya.
Kemudian terkait alasan masih menunggu Judical Review UU KPK dari MK, menurut Adnan alasan tersebut sangat membuang waktu. Seharusnya, Setya Novanto yang merupakan negarawan patuh dan taat hukum agar bisa dijadikan teladan bagi masyarakat
"Jadi saya kira harus direspon cepat oleh KPK dengan kewenangan yang mereka miliki yakni pemanggilan paksa," katanya.
Pemanggilan paksa, tambah Adnan, harus dilakukan bila Setya Novanto sudah tiga kali mangkir panggilan. Nantinya, bila memang tersangka tidak kooperatif saat pemanggilan, maka KPK akan langsung melakukan penahanan.
"Itu satu hal yang bisa dilakukan oleh penegak hukum untuk meminimalisir hal-hal yang akan merugikan upaya penegakan hukum. Seperti menghilangkan barang bukti atau pada kasus tertentu dimana pelakunya adalah pejabat publik yang memiliki aset yang sangat besar, kemudian mereka mengalihkan aset-asetnya yang mana kemudian perbuatan-perbuatan itu merugikan upaya penegakan hukum," jelasnya.