Sabtu 18 Nov 2017 02:52 WIB

KPK: Sembunyikan Setnov dan Halangi Hukum Bisa Dipidana

Juru bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan terkait tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/11).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Juru bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan terkait tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK menyatakan pihak yang ikut menyembunyikan atau menghalangi proses penyidikan KTP elektronik dengan tersangka Ketua DPR Setya Novanto dapat terancam hukuman pidana.

"Kalau ada pihak-pihak yang berupaya menyembunyikan atau menghalangi proses KTP elektronik atau penyidikan yang lainnya maka ada risiko pidana yang diatur Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam konferensi pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (17/11).

Setya Novanto saat ini sedang menjalani perawatan di RSCM setelah dipindahkan dari RS Medika Permata Hijau setelah mengalami kecelakaan lalu lintas di kawasan Permata Berlian Jakarta Selatan pada Kamis (16/11) malam.

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

"Namun, saat ini KPK fokus kepada bagimana penanganan perkara lebih efektif terutama pokoknya. Secara normatif kami juga sudah ingatkan agar pihak-pihak tertentu tidak berupaya melindungi tersangka atau melakukan hal-hal lain dalam kasus KTP-e karena ancamannya 3-12 tahun penjara," tambah Febri.

Febri juga mengaku bahwa KPK sudah menerima pengaduan masyarakat terkait pihak-pihak yang diduga melakukan perbuatan yang diatur dalam Pasal 21 itu dan dilakukan telaah dan didalami fakta-fakta yang ada. KPK juga akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Dirlantas Mabes Polri yang sudah melakukan olah tempat kejadian perkara di lokasi kecelakaan.

"Tidak tertutup kemunginan pihak-pihak yang tahu akan dipanggil sebagai saksi tapi penyidik akan bicarakan lebih dulu apakah hal ini relevan atau tidak dalam penyidikan karena dalam KTP-e ini kami harus punya strategi dan upaya-upaya penanganan secara efektif," ungkap Febri.

Polda Metro Jaya juga sudah menetapkan kontributor salah satu televisi swasta Hilman Mattauch sebagai pengemudi kendaraan yang ditumpangi Setya Novanto sebagai tersangka kasus kelalaian dalam berlalu lintas.

Hilman dijerat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Darat Pasal 283 tentang melakukan kegiatan lain saat mengemudi dan Pasal 310 tentang kelalaian yang menyebabkan orang terluka atau meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas.

Saat ini polisi telah meminta keterangan empat saksi, yakni Suwandi yang mendengar benturan dari jarak sekitar 30 meter kemudian mendekat menuju lokasi melihat mobil bernomor polisi B-1732-ZLO menabrak tiang listrik. Kepada penyidik, Suwandi mengungkapkan kondisi jalan beraspal, cuaca hujan gerimis dan lampu penerangan jalan menyala saat kejadian.

Saksi kedua Akrom yang sedang menunggu penumpang berjarak sekitar 5 meter melihat kendaraan yang ditumpangi Novanto menikung menabrak pohon dan tiang listrik. Saksi ketiga Arafik melihat posisi mobil telah menempel pada tiang listrik kemudian petugas menderek kendaraan berwarna hitam itu.

Arafik juga melihat mobil dalam kondisi rusak pada bagian depan penutup mesin, roda depan pelek pecah dan rusak, kaca samping kiri bagian pintu tengah pecah, serta kendaraan menghadap ke utara dengan ketiga ban di atas trotoar dan ban kiri belakang di atas aspal.

Saksi keempat pengemudi mobil yang ditumpangi Novanto, yakni Hilman Matauch yang berprofesi sebagai wartawan beralamat di Karang Tengah Kota Tangerang Banten.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement