REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong meminta maaf kepada Bangsa Indonesia karena menggagalkan cita-cita untuk mewujudkan program kartu tanda penduduk elektronik (KTP-E) sebagai program identitas tunggal di Indonesia. Andi Narogong dituntut 8 tahun penjara dalam kasus tersebut.
"Pada kesempatan ini saya mengakui kesalahan saya. Saya menyesal telah melukai perasaan seluruh Bangsa Indonesia di mana tadinya bangsa ini mempunyai cita-cita yang sangat mulia untuk punya satu program ketunggalan identitas bangsa di mana tunggalnya identitas bangsa itu bisa menjadikan bangsa ini menjadi besar," kata Andi Narogong saat menyampaikan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/12).
Dalam perkara ini, Andi Narogong dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan ditambah pidana tambahan membayar uang pengganti 2,15 juta dolar AS dan Rp1,18 miliar subsider 3 tahun kurungan. "Kami, saya dan teman-teman melakukan sesuatu perbuatan yang sangat tidak baik dan tercela, semoga apa yang telah saya perbuat menjadi pelajaran bagi kita semua," ujarnya.
Andi mengaku terjebak dalam sistem yang tidak baik. Ia juga berharap kepada Majelis Hakim dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengembalikan aset miliknya uang disita. "Supaya saya segera dapat melunasi kewajiban denda yang dibebankan kepada diri saya pada perkara ini," katanya.
Ia mengaku tidak menyalahkan orang lain terkait apa yang ia alami saat ini. "Saya salah, saya mengaku salah dan menyesal atas semua perbuatan saya. Semua yang terjadi saya yakini adalah teguran Tuhan, melalui tangan KPK, melalui tangan pengadilan Tipikor ini, melalui tangan yang mulia ini, Tuhan menegur saya supaya menjadi manusia lebih baik," jelasnya.
Andi juga mengatakan pasrah dengan apa pun yang akan diputuskan oleh majelis hakim. Pengacara Andi, Syamsul Huda dalam pledoi penasihat hukum mengatakan bahwa ada sejumlah peristiwa dalam proses penganggaran maupun pengadaan KTP-E yang tidak melibatkan kliennya.
"Tolong hilangkan pikiran bahwa terdakwa adalah bohir atau pemilik proyek, pengusaha yang murah hati, 'commit', dekat dengan penguasa sehingga sulit untuk membantah bahwa terdakwa mengurus ujung sampai pangkal proyek, juru selamat mandeknya uang muka yang membangkitkan alam bawah sadar pihak lain, saksi atau tersangka atau terdakwa berikutnya untuk melemparkan tanggung jawab padahal boleh jadi pihak-pihak lain yang mendapat keuntungan yang lebih besar dari terdakwa," kata Syamsul Huda.
Karena itu, ia menilai bahwa Andi Narogong bukanlah aktor utama dalam kasus korupsi KTP-El tersebut. Andi juga sudah mendapatkan status saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) dari KPK berdasarkan keputusan pimpinan KPK No KEP.1536/01-55/12/2017 tanggal 5 Desember 2017.
Dalam perkara ini Andi dinilai menguntungkan diri sendiri senilai 2,5 juta dolar AS dan Rp1,18 miliar dari total kerugian negara sebesar Rp2,314 triliun yang berasal dari jumlah anggaran sebesar Rp5,9 triliun.
Tuntutan Andi berdasarkan dakwaan kedua dari Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Putusan terhadap Andi akan dibacakan pada 21 Desember 2017.