Senin 25 Dec 2017 17:07 WIB

Konstelasi Politik 2017, Antara Pilkada DKI Hingga Kisruh Setya Novanto

Red: Bilal Ramadhan
Pangi Syarwi Chaniago, Pengamat Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Reseach and Consulting.
Foto:
Anies Baswedan (kiri) dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (kanan)

Setiap daerah, menurutnya memang berbeda secara kultur masyarakatnya. Mungkin saja, isu SARA malah tidak laku di daerah-daerah tertentu. Karena di pilkada-pilkada sebelumnya, toleransi antar masyarakat sudah terjalin. Di daerah yang mayoritas muslim pun, bukan hal yang aneh jika dipimpin oleh pemimpin non-muslim.

Sebaiknya, para calon kepala daerah bersaing secara sehat dengan melakukan kampanye cerdas, adu gagasan dan prestasi untuk menarik suara dari para pemilih. Jangan ada lagi pihak-pihak yang menghakimi sendiri dan menjustifikasi kelompok tertentu dengan label radikal, apalagi teroris.

Indonesia merupakan negara Pancasila. Mayoritas di Indonesia harus melindungi minoritas, namun jangan lupa, minoritas pun harus menghargai perasaan mayoritas. Seperti kasus pengusiran Ustaz Abdul Somad yang baru-baru ini terjadi.

“Ada saling usir dengan mencap kelompok tertentu. Mau sampai kapan ini terjadi?” jelasnya.

Ia juga menyoroti peran media sosial dalam pilkada. Seperti yang terjadi di Pilkada DKI, media sosial memainkan peran penting dalam panasnya perseteruan yang terjadi antar para pendukung Anies maupun Ahok.

Saat ini, media sosial memiliki arusnya sendiri, terutama di kalangan anak muda generasi milenial yang menjadi pemilih pemula. Mereka membuat editorialnya sendiri tanpa mengikuti arus dari media mainstream. Karena memiliki arus sendiri, potensi gesekan antar pendukung kepala daerah sangat mudah terjadi.

Apalagi, panasnya pilkada juga akan ditambah dengan maraknya berita-berita hoax yang menyudutkan calon-calon tertentu. Ia menilai hal ini harus menjadi pelajaran untuk Pilkada Serentak di 2018 mendatang.

“UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juga belum bisa mengakomodir dari maraknya berita-berita hoax di media sosial. KPU harus sudah mengantisipasinya sebelum semakin bertambah parah di Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019 nanti,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement