REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor akhirnya mempunyai Peraturan Daerah (Perda) Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Peraturan ini ditetapkan dalam sidang paripurna pertama pada 2018 di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor pada Senin (8/1) sore.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Perda (Raperda) Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Anita P Mongan, mengatakan, perda ini sudah direncanakan sejak 2017. Intinya, peraturan ini digunakan sebagai dasar bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor untuk melakukan tupoksi di lapangan," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (10/1).
Perda mengakomodir semua tahapan penanganan yang harus dilakukan saat bencana, dari prabencana, tanggap darurat sampai pascabencana. Prabencana meliputi kondisi dalam situasi tidak terjadi bencana maupun saat ada potensi bencana, sementara tanggap darurat seperti melakukan kajian lokasi terpapar bencana hingga penentuan status keadaan darurat. Terakhir, pascabencana adalah bagaimana meminimalisir dampak setelah terjadinya suatu bencana.
Anita menambahkan, dalam perda, juga tertuang tahapan penanggulangan bencana yang berjenjang dari tingat kelurahan, kecamatan sampai kota. Termasuk bagaimana aturan pemenuhan dasar, yakni sandang, pangan dan papan sampai sarana pendidikan dan ibadah warga. "Semua diatur dalam perda ini," tuturnya.
Terkait sumber pendanaan, penyelenggaraan penanggulangan bencana tetap ada di leading sector Operasi Perangkat Daerah (OPD). Dalam hal ini, Anita menyebutkan, OPD yang bertanggung jawab adalah Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperumkim) serta Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Kepala BPBD Kota Bogor, Ganjar Gunawan, menyambut baik dengan disahkannya perda ini setelah diundur hampir dua pekan dari jadwal seharusnya pada Jumat (29/12). "Kemarin itu ditunda karena memang rapat paripurna tidak jadi dengan beberapa alasan," ucapnya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (9/1).
Menurut Ganjar, Perda Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana ini sudah mendapatkan evaluasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Evaluasinya tidak bersifat substantif, hanya memperbaiki redaksional semata.
Perda memiliki rincian poin yang diyakini Ganjar dapat memberikan kemudahan BPBD Kota Bogor dalam pengerahan personil maupun logistik. "Di samping memang ada tanggung jawab moril dari instansi lain terkait kebencanaan, perda harus diparipurnakan karena udah amanat dari undang-undang untuk seluruh kabupaten maupun kota harus memiliki perda ini," katanya.
Dengan adanya Perda Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Ganjar optimis, kinerja BPBD Kota Bogor bisa semakin efektif dan efisien. Sebab, BPBD akan secara jelas memegang peranan sebagai komando atau pemimpin. Mereka juga berhak untuk meminta bantuan dan kerja sama OPD lain guna menanggulangi bencana.
Di sela sidang, Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Bogor, Zaenal Muttaqin, sempat memberikan interupsi. Ia menuturkan, BPBPD Kota Bogor harus lebih aktif dalam menggunakan anggaran. Sebab, adanya perda ini akan membuat BPBD memiliki kewenangan penuh terhadap penggunaan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) yang tiap tahun dianggarkan mencapai Rp 53 miliar.
Selama ini, Zaenal melihat, jumlah yang terserap hanya lima persen. "Poin yang difokuskan pun hanya untuk tanggap darurat, sementara aspek pencegahan, kesiapsiagaan dan pascabencana belum diperhatikan. Semua aspek ini harus dimaksimalkan," ucapnya.
Menanggapi usulan tersebut, Wali Kota Bogor, Bima Arya, mengatakan, pihaknya akan membuat Peraturan Wali Kota (Perwali) yang merincikan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penyelenggaraan bencana. Perwali ini juga akan menjelaskan tindakan yang harus dilakukan dalam tiap tahapan dan jenis kebencanaan.
Setelah disahkannya perda ini, Bima berharap, penanganan bencana di Kota Bogor dapat berjalan lebih maksimal, transparan dan akuntabel. "Harus bersifat prioritas, koordinatif, keterpaduan, kemitraan dan pemberdayaan juga," ucapnya dalam memberi tanggapan saat sidang paripurna.