REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull menyambut baik dialog yang dilakukan antara Korea Utara dan Korea Selatan baru-baru ini. Namun menurutnya keputusan kedua negara untuk menggunakan satu bendera di Olimpiade Musim Dingin tidak akan menurunkan ketegangan di Semenanjung Korea.
Turnbull, mengunjungi Jepang untuk berbicara dengan Perdana Menteri Shinzo Abe mengenai keamanan regional, perdagangan dan isu-isu lainnya. "Kita harus sangat jelas tentang ini. Sejarah memberi tahu kami pelajaran yang sangat pahit tentang Korea Utara. Mereka memiliki kebiasaan lama untuk melakukan operasi militerisasi mereka dan kemudian, Anda tahu, sering terdiam beberapa saat untuk meyakinkan orang bahwa mereka mengubah cara mereka dan kemudian kembali lagi," katanya.
Korea Utara dan Selatan mengadakan perundingan di sebuah desa perbatasan pekan ini. Kedua negara sepakat untuk membentuk tim Olimpiade terpadu pertama. Para atlit juga akan berparade bersama dalam upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin bulan depan di Korea Selatan. Mereka akan mempresentasikan rencananya ke Komite Olimpiade Internasional akhir pekan ini di Swiss.
Turnbull mengatakan tekanan dan sanksi terhadap Korea Utara atas program persenjataannya harus dipastikan tetap berlaku. Jepang dan Australia telah memperdalam kerja sama pertahanan mereka di tengah ketegangan mengenai pengembangan nuklir dan rudal Korea Utara dan perluasan Cina di Pasifik.
Turnbull berbicara saat dia dan Abe mengunjungi sebuah kamp pelatihan militer Jepang di luar Tokyo. Keduanya menyaksikan pencegat rudal PAC-3 dan masuk ke dalam kendaraan lapis baja Bushmaster yang dikembangkan di Australia dan diadopsi oleh militer Jepang pada 2014.
Turnbull mengatakan kunjungan ke kamp latihan Narashino merupakan peringatan akan ancaman besar di kawasan ini. "Terorisme di satu sisi, dan, tentu saja, rezim di Korea Utara di sisi lain," katanya. Dia menambahkan bahwa negaranya dan Jepang bekerja untuk pasar terbuka dan perdagangan bebas, yang didukung oleh keamanan.