Jumat 19 Jan 2018 21:06 WIB

Kejagung: Memburu Honggo Wendratno Tanggung Jawab Polri

Jaksa Agung meminta Polri berkoordinasi dengan interpol untuk melacak Honggo

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Bayu Hermawan
 Jaksa Agung M Prasetyo
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Jaksa Agung M Prasetyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, Kejaksaan Agung hingga saat ini masih belum menerima tahap dua kasus korupsi kondensat. Sebab, polisi masih kesulitan memburu Honggo Wendratno yang merupakan salah satu tersangka utama kasus korupsi yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp 38 triliun itu.

Prasetyo pun meminta Kepolisian untuk berkoordinasi dengan jaringan di luar negeri, seperti Interpol untuk segera melacak Honggo. "Itu masih jadi tanggung jawab penyidik (kepolisian) untuk diserahkan kepada Jaksa penuntut umum. Pokoknya saya harapkan penyidik menyerahkan semuanya bersamaan," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (19/1).

Kejaksaan Agung telah menyatakan berkas perkara kasus korupsi kondensat tersebut telah lengkap. Namun, tahap dua atau penyerahan barang bukti dan tersangka belum dilakukan karena Honggo belum ditemukan. "Tersangka dan barbuk harus diserahkan kejaksaan semuanya harus diserahkan bersama," kata Prasetyo.

Karena tidak adanya Honggo, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Polisi Martinus Sitompul mengatakan, dalam rangka proses tahap dua, maka kepolisian pun mempertimbangkan proses secara in absentia. Proses in absentia terpaksa dapat dilakukan bila pemanggilan berulang tidak mendapatkan respons dsri tersangka. Sejauh, ini Polri baru mendapatkan dua tersangka, yakni Joko Harsono dan Raden Priyono.

"Tapi jaksa penuntut umum sebagai peneliti terhadap kasus ini ingin mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh Polri Seperti apa. Nah ini kita sampaikan kepada teman-teman bahwa langkah-langkah yang dilakukan sudah. Nanti senin kita sebar DPOnya," kata Martinus menjelaskan.

Martinus menambahkan, pihaknya masih optimis dapat menemukan Honggo. Keberadaan Honggo, kata Martinus dapat dilacak mulai dari jejak digital yang ditinggalkannya. "Jaringan kita kan di mana-mana ada. Tentu keberadaan yang bersangkutan sekarang lebih gampang untuk diketahui karena bisa meninggalkan jejak jejak digital bila menggunakan elektronik. HP misalnya," ujarnya.

Sejak Mei 2015, penyidik sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus kondensat ini. Mereka adalah Raden Priyono, Djoko Harsono, dan Honggo Wendratno. Raden Priyono dan Djoko Harsono sudah diketahui posisinya. Sementara Honggo Wendratno belum ditahan, terakhir kali diketahui menjalani perawatan kesehatan pascaoperasi jantung di Singapura. Namun, Singapura melalui Akun Facebook// Kedutaan Besar Singapura untuk Indonesia membantah keberadaan Honggo di Singapura.

"Honggo Wendratno tidak ada di Singapura. Kami telah menyampaikan hal inikepada pihak berwenang Indonesia pada kesempatan sebelumnya. Singapura telah memberikan bantuan penuh kepada Indonesia dalam kasus ini, sesuai dengan undang-undang kami dan kewajiban internasional," demikian pernyataan resmi Kemelu Singapura, seperti dikutip dariakunFacebook Kedubes Singapura untuk Indonesia yang diunggah pada Sabtu 13 Januari 2018.

Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tersangka adalah Tindak Pidana Korupsi Pengolahan Kondensat Bagian Negara. Mereka dinilai melawan hukum karena pengolahan itu tanpa dilengkapi kontrak kerjasama, mengambil dan mengolah serta menjual kondensat bagian negara yang merugikan keuangan negara. Sebagaimana telah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI, sebesar kerugian negara mencapai USD 2.717.894.359,49 atau Rp 38 miliar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement