REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, mengatakan bahwa perbuatan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) tidaklah sesuai dengan falsafah bangsa dan agama-agama yang diakui di Indonesia. Ia mengatakan, Indonesia adalah negara kesepakatan dengan falsafah negaranya adalah Pancasila.
Menurutnya, LGBT tidak sesuai dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Karena itu, menurutnya, bangsa Indonesia harus menghormati nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia dengan menjauhi perilaku LGBT dan tidak lantas melegalkannya.
"Kita minta supaya jangan sampai LGBT diloloskan di Indonesia. Jika sampai dilegalkan, maka berarti kita sudah menjadi bangsa yang tidak menghormati falsafahnya sendiri," kata Anwar kepada Republika.co.id, Senin (22/1).
Tidak hanya itu, Anwar mengatakan kesemua enam agama yang diakui di Indonesia bahkan tidak ada yang memperbolehkan perilaku LGBT. Karenanya jika sampai dilegalkan, undang-undang tersebut telah menentang semua agama yang disahkan di negara ini.
Selain itu, menurutnya, tidak ada satu pun suku bangsa yang menjunjung tinggi nilai budaya dari LGBT. "Jangan bermain api. Jangan merusak kehidupan berbangsa dan bernegara yang sudah kita bangun selama ini. Kita harus menghormati ajaran semua agama, dengan menjauhi perilaku LGBT," ujarnya.
Dalam hal ini, Anwar mengatakan bahwa MUI mengharapkan adanya perluasan pengertian dari zina dan LGBT dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Hukum Pidana (KUHP) yang kini tengah dibahas di DPR. Dalam RUU tersebut, pasal tentang LGBT masuk dalam pembahasan.
Dalam UU KUHP lama, yang dimaksud dengan zina adalah hubungan persetubuhan antara laki-laki dengan wanita. Namun jika mereka belum menikah dan melakukan persetubuhan, maka mereka dianggap bukan berzina.
Terkait pasal zina, ia mengatakan bahwa MUI menginginkan agar definisi zina adalah hubungan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat hubungan suami-isteri atau perkawinan dalam pembahasan KUHP yang baru.
Selanjutnya, Anwar mengatakan MUI juga ingin agar hubungan persetubuhan antara sesama jenis masuk dalam pidana. Dalam KUHP lama, mereka yang diberi hukuman adalah kasus LGBT atau persetubuhan sesama jenis antara orang dewasa dengan anak di bawah usia 18 tahun.
Namun, MUI menekankan agar baik pada usia di bawah 18 tahun maupun pada sesama usia dewasa juga dipidana. Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Subagyo mengakui banyak NGO dan aktivis LGBT dari dalam dan luar negeri melakukan lobi dan tekanan, agar masalah tersebut segera masuk dalam pembahasan undang-undang.
Gerakan LGBT di Indonesia didukung dan bahkan didanai oleh sejumlah lembaga internasional. Terkait hal ini, Anwar mengimbau agar jangan sampai para politisi di Indonesia tergoda dan silau dengan uang yang ditawarkan pada NGO asing tersebut.
"Jangan gadaikan harkat dan martabat, falsafah dan ideologi bangsa, demi segepok uang. Para wakil rakyat harus berpikir untuk kebaikan dan kemaslahatan bangsa. LGBT jelas tidak akan menimbulkan kebaikan," tambahnya.