REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi dan Pendidikan Hak Asasi Manusia (Pusdikham) Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Maneger Nasution menilai, korban dari perilaku lesbian gay biseksual dan transgender (LGBT) harus direhabilitasi. Namun, untuk menentukan seseorang merupakan korban LGBT juga harus melalui pemeriksaan yang mendalam.
"Untuk orang yang menjadi korban LGBT, semestinya negara melakukan rehabilitasi karena dia korban," kata Maneger yang merupakan Komisioner Komnas HAM periode 2012-2017 ini, kepada Republika.co.id, Rabu (24/1).
Maneger mengumpamakan golongan korban LGBT ini dengan korban narkoba yang tidak dipidana, tapi direhabilitasi. Seseorang dianggap sebagai korban narkoba karena menjadi pemakai, bukan pengedar. Begitu juga dengan korban LGBT. Seseorang dikatakan sebagai korban LGBT tentu setelah melewati proses pemeriksaan yang mendalam.
"Pasti akan diteliti, untuk mengetahui apakah dia sebagai korban atau bukan. Pendekatannya agak mirip dengan pendekatan narkoba," tutur dia.
Sementara, bagi aktivis LGBT yang melakukan kampanye agar mendapat pengakuan dari negara, menurut Maneger, harus dipidana. Ia menggolongkan aktivis LGBT ini seperti pengedar narkoba yang hukumannya dipenjara.
"Mereka yang tukang kampanye di mana-mana, aktivisnya, ini harus dipidanakan perilakunya, karena mereka ini menganggap LGBT ini sebagai sebuah ideologi. Maka, bagi siapa pun yang mengampanyekan LGBT, harus dikenakan pidana atas perilakunya itu," tutur dia.
Karena itu, Maneger melanjutkan, Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah dibahas di DPR ini perlu memuat norma-norma mengenai apa yang dimaksud korban dan aktivis LGBT. Melalui norma itulah, nantinya ada peraturan teknis soal apa yang harus dilakukan negara terhadap korban LGBT.