REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Perkumpulan Jiwa Sehat Indonesia Yenni Rosa mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus memperhatikan hak pilih penyandang disabilitas mental. Menurutnya, penyandang disabilitas mental selama ini banyak yang belum terakomodasi hak pilihnya oleh KPU.
"Secara umum, kebijakan KPU bagi kawan-kawan penyandang disabilitas sudah cukup bagus. Namun, khusus bagi penyandang disabilitas mental masih kurang mengakomodasi, " ujar Yenni kepada Republika.co.id di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/1).
Akomodasi ini, lanjut dia, berkaitan dengan hak pilih mereka. Yenni mencontohkan, di Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu ada sekitar 2900 penyandang disabilitas mental yang berdomisili di Jakarta.
Namun, dari jumlah tersebut, hanya sekitar 900 orang saja yang terdaftar memiliki hak pilih. "Sementara sekitar 2000-an orang lainnya tidak terdaftar. Mereka ini tinggal di panti-panti sosial. Dan sebenarnya mampu memilih," ujarnya.
Dia pun mengkritisi kebijakan KPU dalam menetapkan hilangnya hak pilih bagi penyandang disabilitas mental. Menurut dia, penentuan hilangnya status hak pilih harus berdasarkan diagnosa dokter secara spesifik yang dibuktikan dengan surat-surat.
"Kenyataannya tanpa surat diagnosa apa-apa mereka tiba-tiba tidak terdaftar sebagai pemilih. Kami mendorong KPU memperhatikan hal ini, " tegasnya.