REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Upaya penanganan mengenai peredaran minuman keras (miras) akan terus digiatkan di Kota Sukabumi. Hal ini menyikapi tuntutan organisasi massa (ormas) Islam yang menggelar aksi ke DPRD Kota Sukabumi, Jumat (26/1).
Dalam salah satu tuntutannya, massa meminta pemkot dan kalangan DPRD Kota Sukabumi mengawal penegakan peraturan daerah (Perda) mengenai larangan peredaran minuman beralkohol di Sukabumi. Selain itu massa juga menolak lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). "Penanganan peredaran miras akan lebih ditingkatkan oleh kepolisian dan instansi terkait lainnya," ujar Ketua DPRD Kota Sukabumi Yunus Suhandi menanggapi tuntutan massa pengunjukrasa.
Ia menyontohkan aparat Polres Sukabumi Kota sejak beberapa pekan terakhir melakukan operasi penindakan masalah miras. Yunus mengatakan, dasar pijakan penegakan peredaran miras ini adalah perda larangan minuman beralkohol yang masuk tindak pidana ringan (tipiring). Harapannya kata dia ketentuan dalam perda ini bisa ditegakkan.
Sebelumnya, Polres Sukabumi Kota menindak peredaran narkoba dan obat-obatan yang disalahgunakan. Hal ini dilakukan karena penyalahgunaan obat ini menjadi awal dari munculnya kasus kekerasan di Kota Sukabumi.
"Hasil analisa kami 80 persen dari pelaku kekerasan di Sukabumi umumnya diawali dengan meminum minuman keras (miras) atau mengkonsumsi obat-obatan," ujar Kapolres Sukabumi Kota AKBP Susatyo Purnomo Condro kepada wartawan, Jumat (26/1).
Hal ini disampaikan Susatyo setelah polisi pada Kamis (26/1) merilis hasil pengungkapan kasus peredaran obat tramadol sebanyak 1.500 butir. Menurut dia, obat-obatan maupun miras ini menyebabkan aktivitas maupun emosi seseorang tidak terkontrol. Sehingga, lanjut dia, polisi melakukan penindakan tegas terhadap pengedar obat-obatan tersebut.