REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengusulkan agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyiaran ditunda untuk mencari jalan tengah terkait beberapa poin. "Kami minta agar ini ditunda dan tetap dibahas melalui mekanisme di Baleg," kata Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (1/2).
Dia mengatakan, dalam pembahasan RUU Penyiaran sedang dicarikan jalan keluar yaitu keinginan Komisi I DPR mengarah pada frekuensi tunggal (single mux). Karena itu, menurut dia, kalau itu diterapkan maka industri penyiaran swasta harus berproses ulang untuk mencari frekuensi karena ada pembentukan lembaga penyiaran baru oleh pemerintah.
"Kita lihat sekarang adalah posisi di dunia penyiaran sudah berjalan dan mereka itu mendapat frekuensi sesuai prosedur yang kemudian diikuti oleh mereka dan kemudian proses berjalan dan mendapatkan frekuensi. Swasta sudah menyerahkan frekuensinya, misalnya dari tiga frekuensi yang dimiliki, diserahkan dua kepada negara," ujarnya.
Firman mengatakan, Komisi I DPR mengusulkan agar soal frekuensi dikembalikan kepada negara agar tidak terjadi monopoli di sektor swasta. Namun di sisi lain menurut dia, kalau ditarik semua ke lembaga penyiaran pemerintah maka akan menggeser pola monopoli baru yaitu ada di lembaga pemerintah.
"Itu kan tidak adil, kami pikirkan keberadaan lembaga penyiaran swasta yang ada kalau keputusan single mux terjadi maka akan ada pengangguran besar-besaran di lembaga penyiaran swasta sehingga mereka televisi swasta ke depan akan seperti production house karena semua dikendalikan lembaga penyiaran pemerintah," katanya.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan RUU Penyiaran harus memberikan kepastian hukum kepada semua pihak dan tidak boleh ada diskriminasi. Sehingga, jangan sampai dibuat untuk menggeser monopoli di satu tempat namun menggesernya ke lembaga lain. Dia menilai UU harus bisa menjamin eksistensi pelaku usaha yang menjadi pilar ekonomi nasional sehingga jangan sampai menimbulkan dampak pengangguran.