REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menjadi pembicaraan serius di internal Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Mereka ada yang berpendapat bahwa RUU PKS perlu dibentuk Panita Khusus (Pansus), sehingga pembahasannya lintas sektoral dan fraksi.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Achmad Mustaqim menyampaikan bahwa RUU PKS merupakan usulan masyarakat melalui Badan Legislasi (Baleg). Kemudian Baleg menyerahkan kepada Komisi VIII DPR RI dan dibentuk Panita Kerja (Panja). Setelah satu kali masa sidang, ada wacana ulang karena RUU PKS cakupan sangat luas.
"Itu tergantung dari pimpinan komisi apakah mengizinkan RUU PKS dikembalikan ke Baleg untuk dibentuk Pansus atau cukup dengan Panja di Komisi VIII saja. Tentu kami akan rapat internal komisi lagi," kata Mustaqim saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (1/2).
Mustaqim memiliki dua pandangan terkait status RUU PKS. Pertama jika sebelumnya sudah ada pembicaraan antar pimpinan fraksi agar dibentuk Pansus, maka dia mendukungnya. Karena tidak menutup kemungkinan dalam pembuatan Undang-undangnya nanti diperlukan berbagai aspek yang lebih luas, baik dari aspek pidana di Komisi III DPR RI, aspek pendidikan di Komisi IX DPR RI lainnya.
"Maka kami harus menyetujui jika memang untuk kepentingan yang lebih besar. Mungkin ini agar tidak ada tumpang tindih dengan RKUHP yang sedang digodok di Komisi III DPR RI," kata Mustaqim.
Kedua, tapi apabila tidak ada pembicaraan antara pimpinan fraksi maka dirinya tidak setuju RUU PKS diserahkan kembali ke Baleg untuk dibuatkan pansus. Sebab hal ini bersangkutan dengan kesangsian terhadap kapasitas dan kapabilitas Komisi VIII DPR RI itu sendiri. Apalagi kalau wacana pembentukan Pansus ini hanya mencakup segelintir kepentingan.
"Kalau ini sampai dikembalikan tanpa sebuah alasan yang kuat secara politik maka menurut saya pribadi itu sama saja mendiskreditkan kemampuan dan kapasitas dan kapabilitas Komisi VIII DPR RI," jelas Mustaqim.