Senin 05 Feb 2018 18:02 WIB

Jokowi: Indonesia Jangan Jadi Target Pasar Ekonomi Syariah

Indonesia dinilai harus jadi penggerak utama ekonomi syariah.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Nur Aini
Presiden Joko Widodo bersama Wapres Jusuf Kalla memimpin Rapat Pleno Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/2).
Foto: Republika/ Wihdan
Presiden Joko Widodo bersama Wapres Jusuf Kalla memimpin Rapat Pleno Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan agar Indonesia tak menjadi target pasar produk-produk industri negara lain, dalam pengembangan ekonomi syariah. Hal ini disampaikannya saat rapat terbatas terkait Komite Nasional Keuangan Syariah(KNKS) di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (5/2).

"Saya ingin menekankan bahwa dalam pengembangan ekonomi syariah, jangan sampai kita hanya menjadi target pasar dan produk industri negara-negara lain, hanya sekadar menjadi konsumen, " kata Jokowi saat membuka ratas.

Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, kata Jokowi, Indonesia memiliki potensi pasar yang besar yang justru harus menjadi penggerak utama perekonomian syariah. Karena itu, Jokowi meminta agar potensi ini digarap dengan serius.

Menurut dia, tercatat terjadi peningkatan dalam perekonomian syariah di Tanah Air. Di sektor industri keuangan syariah, pertumbuhan aset perbankan syariah terus meningkat yang mencapai Rp 435 triliun atau sekitar 5,8 persen dari total aset perbankan Indonesia pada 2017.

Begitu juga dengan pertumbuhan pasar modal syariah yang disebutnya terus membaik. Indonesia, kata dia, merupakan penerbit terbesar sukuk negara. Menurut dia, pangsa pasarsukuk Indonesia mencapai 19 persen dari seluruh sukuk yang diterbitkan oleh berbagai negara. "Selain itu, total aset industri keuangan non-bank syariah juga naik dua kali lipat dalam lima tahun terakhir ini," ujarnya.

Tak hanya itu, Presiden juga menyebut potensi pengumpulan dana sosial keagamaan di Indonesia juga terhitung sangat besar. Hal itu seperti dana haji, dana zakat, dana wakaf, serta dana infaq dan sedekah.

Ia mengatakan, dalam pengembangan ekonomi syariah terdapat berbagai potensi yang dapat dikembangkan dan harus segera digarap. Potensi itu seperti bidang industri fashion Muslim,makanan halal, industri farmasi, dan sektor pariwisata.

Di sektor farmasi, Indonesia masuk lima besar negara dengan konsumsi produk obat-obatandan juga kosmetik halal. Di industri fashion Muslim, kata Jokowi, Indonesia juga merupakan pasar terbesar ke lima di dunia. Sedangkan, di industri makanan halal, Indonesia memiliki tingkat konsumsi makanan halal terbesar di dunia.

Sementara di sektor ekonomi pariwisata, Indonesia menduduki peringkat keempat dengan jumlah kunjungan turis terbanyak dari anggota OKI. Jokowi menyebut, potensi sektor pariwisata inipun masih sangat menjanjikan.

"Pengeluaran wisata Muslim global 2016 mencapai 169 miliar dolar AS atau 11,8 persen dari pengeluaran konsumsi wisata global," ucapnya.

Presiden mengatakan, dalam pengembangan industri keuangansyariah harus dilakukan dengan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya, termasuk untuk menanggulangi masalah kemiskinan dan juga menekan angka ketimpangan sosial masyarakat.

Berdasarkan data yang diterimanya, penggunaan pembiayaan syariah saat ini masih mencapai 41,8 persen yang sebagian besarnya digunakan untuk konsumsi. "Sedangkan pembiayaan untuk modal kerja dan investasi masing-masing baru mencapai 34,3 persen dan 23,2 persen," kata Jokowi.

Jokowi pun meminta, agar pada tahun ini, pemerintah memperbanyak LKM syariah dan juga bank wakaf mikro yang berlokasi di pesantren-pesantren. Tak hanya itu, ia juga ingin agar cakupannya diperluas hingga seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, Presiden juga meminta agar dilakukan reformasi pembenahan pengelolaan zakat dan wakaf.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement