REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk (PADI) batal menjadi pembeli siaga (stand by buyer) PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Hal itu dikarenakan Conditional Share Subcription Agreement (CSSA) atau perjanjian jual beli bersyarat antara Minna Padi dan Bank Muamalat telah berakhir pada 31 Desember 2017.
"Jadi saya terbuka saja. Bahwa kebetulan kan CSSA kita dengan BMI itu kan baru berakhir," ujar Direktur Minna Padi, Harry Danardojo, kepada wartawan seusai acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB), di Hotel Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Rabu (7/2).
Harry mengakui, sekarang ini Minna Padi masih melakukan pembicaraan dengan Bank Muamalat. Namun, karena CSSA sudah berakhir, Minna Padi tidak akan menjadi stand by buyer dari right issue Bank Padi juga masih melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai hal tersebut.
"Mengenai masalah rencana invetasi memang ada beberapa investor dan pada intinya sih kami akan bicara dulu dengan pihak OJK, mengenai masalah struktur. Kebetulan nanti kalau kami sudah dapat lampu hijau dari OJK kami baru bisa bicara lebih banyak," imbuhnya.
Harry menambahkan, pada saat tahun lalu Minna Padi berencana menjadi standby buyer Bank Muamalat, mungkin lebih baik ada beberapa struktur yang memerlukan diskusi lebih dalam dengan OJK. Saat ini, Minna Padi berencana menjadi holding company yang akan melakukan investasi, salah satunya kepada Bank Muamalat.
Tetapi, lanjutnya, ada beberapa struktur yang harus didiskusikan lebih lanjut dengan OJK. "Memang sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 ketikaberakhirnya CSSA struktur tersebut masih kami coba bicarakan dengan OJK," ungkapnya.
Pada akhirnya, struktur tersebut belum disepakati. Harry menyatakan, untuk masuk ke dalam industri yang memiliki regulasi tingkat tinggi seperti perbankan itu tidak mudah. Sebab, terdapat proses revitalisasi yang cukup tinggi. Faktanya, cukup banyak regulasi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Minna Padi. Sampai berakhirnya CSSA, belum ada kesepakatan mengenai hal tersebut.
Meski demikian, Minna Padi justru mempunyai opsi menjadi fasilitator atau sekadar investor. Menurutnya, pada waktu OJK meminta Minna Padi untuk meletakkan escrow account, data investor yang masuk 100 persen lokal.
Di samping itu, Minna Padi juga diberikan kesempatan oleh para investor yang menunjukkan minat untuk melanjutkan proses tersebut. Jika nantinya Minna Padi memiliki rencana tersebut, maka akan dibicarakan lebih lanjut dengan pemegang saham. Harry menilai, Bank Muamalat sebagai bank yang memiliki brand cukup bagus dan menarik investor untuk berinvestasi.
"Sekarang kalau kami sifatnya memang ada investor rencananya kami coba fasilitasi saja, fasilitasi masuk ke investor tersebut," ujarnya.
Ditanya terkait respons pemegang saham mengenai batalnya Minna Padi sebagai stand by buyer Bank Muamalat, Harry menyatakan respons pemegang saham cukup beragam. Dia juga menyebut secara pribadi ada kekecewaan.
Namun, Harry menekankan perlunya jujur kepada diri sendiri mengenai apa yang terbaik untuk transaksi sendiri dan untuk target perusahaan. Selain itu, tantangannya juga besar. Ketika misalnya nanti Minna Padi menjadi pemegang saham, apapun yang terjadi juga harus bertanggung jawab.
Dia juga menyatakan masih ada kemungkinan Minna Padi berpartisipasi sebagai investor Bank Muamalat. Para investor yang selama ini mendukung Minna Padi masih memberikan kesempatan untuk berpartipasi menjadi investor Muamalat.
"Tapi proses berjalannya waktu, alhamdulillah masih ada beberapa pihak kemarin menghubungi kami dan menyatakan masih memungkinkan atau tidak untuk melanjutkan proses ini meski CSSA sudah berkahir, kami komunikasi dengan OJK Pasar Modal dan OJK Perbankan," ucapnya.
RUPS LB tersebut menyepakati Minna Padi melakukan penambahan modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue. Pemegang saham telah memberikan izin kepada Minna Padi untuk melakukan rights issue. Namun, Harry belum mau menyebutkan nominal maupun jumlah saham yang akan diterbitkan.
Menurutnya, right issue tersebut merupakan izin prinsip yang didapatkan untuk melakukan investasi, dan juga salah satunya untuk meningkatkan modal kerja dari perseroan. "Modal kerja itu sendiri lebih pada peningkatan efektivitas kita di capital market," terangnya.