Selasa 13 Feb 2018 19:47 WIB

MKD: UU MD3 untuk Mencegah Kriminalisasi Anggota Parlemen

Sufmi membantah jika UU MD3 digunakan untuk memperlambat proses hukum.

Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Sufmi Dasco Ahmad
Foto: Republika/Santi Sopia
Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Sufmi Dasco Ahmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, Pasal 245 UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD mengenai pemanggilan anggota DPR harus melalui persetujuan presiden setelah mendapatkan pertimbangan MKD, untuk mencegah kriminalisasi anggota parlemen. Namun, Sufmi membantah jika UU MD3 digunakan untuk memperlambat proses hukum.

"Sudah ada beberapa contoh misalnya anggota DPR diproses di Polres karena laporan-laporan, ada tujuan tertentu untuk mengkriminalisasi. Ada anggota DPR tiba-tiba dipanggil Polres padahal permasalahan kasusnya belum jelas," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan Pasal 245 tersebut sebenarnya lebih fokus pada pidana umum dan juga mengantisipasi anggota DPR yang juga rentan dikriminalisasi. Dasco mengatakan Pasal 245 UU MD3 yang baru itu dikecualikan bagi tindak pidana yang tidak ada hubungannya dengan tugas legislatif atau terkait tindak pidana khusus dan tertangkap tangan.

"Tapi kalau ditanya dalam jangka waktu berapa lama memberikan pertimbangan, mungkin tidak akan lama, yang penting MKD cukup waktu memperlajari berkasnya dan cukup melakukan penyelidikan ke aparat penegak hukum," katanya.

Dasco yang juga politisi Partai Gerindra itu menjelaskan kalau ternyata seorang anggota DPR harus dipanggil aparat penegak hukum, maka MKD akan memberikan pertimbangan. Dia menegaskan bahwa MKD tidak ingin kewenangan yang diberikan dalam UU MD3 digunakan untuk memperlambat proses hukum.

"Dalam Pasal 245 disebutkan MKD memberikan pertimbangan sehingga kalau kami sudah memberikan pertimbangan maka Presiden mengizinkan. Tapi intinya dalam pasal tersebut Presiden wajib meminta pertimbangan MKD," katanya.

Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding menjelaskan Pasal 245 UU MD3, dalam hal terkait kasus yang ditangani KPK yaitu tindak pidana korupsi maka tidak perlu mendapat izin Presiden dan pertimbangan MKD. Karena itu menurut dia, kasus yang masuk dalam kategori mendapatkan pertimbangan MKD yaitu terkait tindak pidana umum.

"Banyak contoh kasus yang selama ini MKD mendapatkan informasi bahwa anggota DPR dilaporkan masyarakat padahal tidak ada dasar yang kuat. Jadi hanya sekedar dilaporkan namun bukti pendukung laporan tidak memiliki dasar hukum," katanya.

Dalam konteks itu menurut dia, MKD bisa memberikan pertimbangan pada Presiden ketika diminta institusi penegak hukum untuk mendapatkan persetujuan atau izin pemeriksaan terhadap anggota DPR.

Dia juga mempersilahkan masyarakat yang tidak puas dengan aturan dalam Pasal 245 UU MD3 mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam pasal 245 UU MD3 hasil perubahan kedua dijelaskan, ayat (1) "Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD."

Ayat (2) berbunyi, "Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak berlaku apabila anggota DPR: (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana; (b) disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau pidana kejahatan terhadal kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; (c) disangka melakukan tindak pidana khusus.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement