REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyatakan siap "pasang badan" menyikapi banyaknya kritik dari masyarakat terhadap pasal penghinaan parlemen yang diatur dalam UU MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) hasil perubahan kedua. Bambang menegaskan, DPR sangat membutuhkan kritik dari masyarakat
"Saya menjamin pasal penghinaan parlemen dalam UU MD3 tidak akan digunakan untuk memenjarakan orang yang mengkritik DPR RI," kata Bambang Soesatyo di Jakarta, Jumat (16/2).
Bamsoet, panggilan akrab Bambang Soesatyo, mengingatkan masyarakat tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan terhadap pasal 122 huruf k mengenai penghinaan parlemen dalam UU MD3 hasil perubahan kedua yang baru disetujui DPR RI pada Senin (12/2). Politikus Partai Golkar itu menegaskan bahwa pasal 122 huruf k tersebut, substansinya sama saja dengan pasal UU MD3 sebelumya yang tidak menuai kritik.
"Kritik sangat dibutuhkan DPR RI, karena dapat memacu kinerja. Namun, kritik berbeda dengan menghina maupun memfitnah," katanya.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI yang membidangi hukum itu, juga menyatakan memahami perbedaan antara kritik, penghinaan, dan fitnah. Bamsoet menjelaskan bahwa fitnah, penghinaan, dan penistaan termasuk dalam delik aduan dalam UU KUHP.
"Menyikapi fitnah dan penghinaan, DPR RI tidak bertindak sendirian, tapi melalui MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) akan melaporkan pelakunya ke aparat penegak hukum," katanya.
Bamsoet juga menegaskan kesiapannya bertanggung jawab atas hasil keputusan DPR RI meloloskan revisi kedua UU MD3 yang mendapat kritik masyarakat.