Ahad 18 Feb 2018 03:36 WIB

NU Dukung Pasal Pemidanaan Pemberi Kondom

Mengampanyekan kondom sebagai alat kesehatan tak bisa jadi alasan pembenaran.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Elba Damhuri
Rancangan KUHP ilustrasi
Foto: pdk.or.id
Rancangan KUHP ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) Sulton Fatoni mengatakan, pasal yang mengatur tindak pidana terkait alat kontrasepsi seperti kondom dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dapat meminimalkan perilaku seks bebas dan menghapus praktik-praktik asusila.

"Apa pun kalimat, teks, naskah, dan produk-produk hukum yang itu dirumuskan dalam konteks upaya pencegahan tindakan-tindakan asusila, melanggar norma-norma hukum agama, itu perlu didukung dan pasti ada dampak positifnya," kata Fatoni, Jumat (17/2) malam.

Menurut Fatoni, terkait dampak yang ditimbulkan dari pasal tersebut bergantung pada penegakan hukumnya. Sejauh mana efektivitasnya, lanjut Fatoni, tergantung nanti di tingkat implementasi dari pasal tersebut.

"(Penegakan hukumnya) Itu yang sangat mempengaruhi sejauh mana dampak positifnya sebuah naskah undang-undang atau sebuah draf peraturan," ujarnya.

Selain itu, jika RKUHP tersebut disahkan mejadi undang-undang maka dapat menyadarkan masyarakat untuk tidak berbuat asusila. Penggunaan alat kontrasepsi yang bertujuan untuk alasan kesehatan, yaitu untuk mencegah penularan penyakit seks menular dan menyukseskan program KB, hal tersebut kata Fatoni, tidak dapat dijadikan alasan untuk mengampanyekan, menyosialisasikan, atau mempertunjukkan alat kontrasepsi.

"Mengampanyekan (alat kontrasepsi) dengan alasan kesehatan, menyosialisasikan dengan alasan kesehatan, kemudian membagi-bagi gratis di tempat tertentu dengan alasan kesehatan, itu penggunaan yang bukan pada tempatnya," ujar Fatoni.

Dengan begitu, hal tersebut alasan yang tidak semestinya disampaikan ketika melihat peredaran alat kontrasepsi yang didasarkan atas perspektif kesehatan. "Tetap saja itu tidak sehat meskipun dari sisi perspektif kesehatan sehat secara fisik terpenuhi, tapi secara moral, secara psikis dan mental, itu tidak sehat. Jadi penggunaannya yang tidak pada tempatnya," ujar Fatoni.

Seperti diketahui, Pasal 481 di dalam draf RKUHP hasil rapat pemerintah dan DPR pada 10 Januari 2018 menyebutkan, setiap orang yang tanpa hak dan tanpa diminta secara terang-terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat untuk mencegah kehamilan, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement