REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senator DKI Jakarta Fahira Idris mengecam keras melihat perlakuan tak etis Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dan panitia penyelenggaraan Piala Presiden saat penyerahan piala Sabtu (17/2) malam di Gelora Bung Karno (GBK). Menurutnya perlakuan paspampres itu sangat tak etis kepada Gubernur DKI, walaupun mereka hanya menjalankan tugas.
Fahira geram melihat perlakuan Panitia Piala Presiden 2018 yang tidak mengizinkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendampingi Presiden Jokowi ke podium. Menurut Fahira, perlakuan yang diterima Anies bukan hanya menyalahi etika, aturan protokoler, tetapi juga mengecewakan sebagian besar warga Jakarta.
"Pak Anies itu sudah gubernur, bukan lagi calon gubernur dan dia punya banyak pendukung, jangan diperlakukan seperti itu. Tidak etis itu," tegas Fahira, Senin (19/2).
Walaupun Gubernur Anies menyikapi santai diperlakukan seperti itu, tetapi banyak pendukungnya tidak terima atas perlakuan tak etis tersebut. "Saya protes keras," tegas Fahira.
Fahira mengungkapkan, berbagai alasan yang dikemukan panitia maupun pihak istana tidak lebih dari bentuk kepanikan melihat besarnya gelombang protes publik terutama di media sosial terhadap perlakuan tidak simpatik ini. Alasan Final Piala Presiden 2018 bukan acara kenegaraan, dinilai mencari-cari pembenaran atas insiden ini.
Karena gelaran tahun lalu kepala daerah yang timnya berlaga di final termasuk kepala daerah lokasi tempat final berlangsung (Jakarta) juga turut mendampingi Presiden. Anies, lanjut Fahira, selain kepala daerah, ia juga perlu hadir ketika tim kotanya menjadi juara dan di lokasi final yang juga di Jakarta.
Sehingga tidak ada alasan Gubernur DKI Jakarta dicegah mendampingi Presiden saat penyerahan trophi kepada para pemain Persija Jakarta. "Di atas semua alasan protokoler atau alasan teknis lainnya ada etika yang harusnya sudah dipahami panitia dan ini mereka terabas begitu saja," ujar Fahira.
Menurut Fahira, alasan-alasan yang diberikan panitia atas pencegatan ini malah melebarkan isu dan persepsi publik dalam menanggapi insiden ke persoalan-persoalan lain terutama politik. Kondisi ini tidak bisa disalahkan karena memang sejak awal peristiwa ini menjadi perbincangan panas, panitia tidak kunjung meminta maaf.
"Sekarang mereka minta peristiwa ini tidak dibesar-besarkan, tetapi saya belum dengar ada permintaan maaf atas kejadian ini. Akui saja ada kekhilafan dan segera minta maaf kalau ingin persoalan ini reda," jelas Ketua Komite III DPD RI ini.