Kamis 22 Feb 2018 14:37 WIB

2018, Tahun Tepat Investasi di Pasar Modal

Kondisi pasar modal Indonesia sudah cukup kebal dengan pengaruh politik.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Dwi Murdaningsih
Foto multiexpose pengunjung dan layar elektronik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (20/2).
Foto: Republika/Prayogi
Foto multiexpose pengunjung dan layar elektronik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (20/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun 2018 diprediksi menjadi tahun dengan iklim investasi tepat di pasar modal. Hanya, ada beberapa faktor yang akan memengaruhi laju saham Indonesia.

Ekonom DBS Group Research Gundy Cahyadi menjelaskan, tahun ini masih memberikan harapan positif bagi kinerja Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih berada di atas pertumbuhan ekonomi global.

"Walaupun di 2018 ini, akan menjadi tahun politik. Banyak pihak yang memprediksi akan terjadi sedikit penurunan terhadap laju saham di Indonesia," ujar Gundy melalui keterangan resmi, Kamis, (22/2).

Sukuk Ritel Dinilai Masih Jadi Investasi Prospektif

Menurut dia, kondisi pasar modal Indonesia sudah cukup kebal dengan pengaruh politik. Sebab, sudah teruji pada 2004, 2009, dan 2014.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat menambahkan, faktor yang berkontribusi dalam pergerakan bursa saham, khususnya di Indonesia, terbagi dalam faktor dan mikro. "Faktor makro tentunya meliputi bagaimana report negara kita, terutama terkait dengan stabilitas nilai rupiah, tingkat inflasi, pengelolaan fiskal, dan faktor fundamental perusahaan," kata dia.

Lebih lanjut, Samsul menjelaskan, pertumbuhan positif pasar Indonesia. Pada 2012 sampai 2017 tingkat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tumbuh sebesar 7,1 per tahun. Sejalan dengan pertumbuhan IHSG, aktivitas transaksi pada 2012 sampai 2017 pun tumbuh dari Rp 4 triliun ke Rp 7,5 triliun.

Sementara dari sektor eksternal, kata dia, Amerika Serikat masih menjadi kiblat pasar modal. Kekhawatiran terhadap presiden baru AS serta kebijakan pemerintah AS dalam hal menurunkan suku bunga dan menaikkan pajak yang awalnya menjadi pertimbangan bagi investor, ternyata tidak terbukti, malah cukup prudent dalam menjalankan pemerintah.

Ia memperkirakan, kebijakan AS untuk meningkatkan suku bunga dan menaikkan pajak akan menarik dana-dana global dan menjadi kalkulasi pra investor. "Mereka cenderung akan mengamankan investasi mereka di emerging markets dan akan sangat berhati-hati pada pada profit taking," kata Samsul.

Kemudian, pertumbuhan investor domestik dalam dua tahun terakhir mencapai 200 ribu, dari yang sebelumnya sebanyak 400 ribu investor, menjadi 600 ribu investor. "Daya serap pasar domestik kita cukup baik," kata Samsul.

Mungkin ini, kata dia, merupakan dampak dari kegiatan pengampunan pajak yang dibuat oleh pemerintah waktu itu, di mana dana-dana tax amnesty dimanfaatkan atau dimasukkan ke sektor pasar modal. Kondisi ini diharapkan mampu membuat pasar modal Indonesia lebih stabil terhadap perubahan-perubahan pasar dunia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement