REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komite III Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) RI, Fahira Idris menyayangkan kebijakan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta yang akan melarang mahasiswinya untuk mengenakan cadar di dalam kampus. Bahkan pihak rektorat akan memecat atau mengeluarkan mahasiswinya yang tidak mengindahkan keputusan ini.
Fahira menegaskan, dirinya akan mengadvokasi langsung jika ada mahasiswi bercadar yang dipecat akibat kebijakan ini. Ia akan membuka advokasi bagi mahasiswi bercadar yang merasakan dirugikan apalagi jika sampai dipecat dengan kebijakan ini.
"Saya kira di tengah gembar-gembor kampanye saya bhineka, saya Pancasila kebijakan-kebijakan seperti ini tidak akan ada, tetapi nyatanya masih terjadi," ujar Fahira Idris, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Republika.co.id, Selasa (6/3).
Menurut Fahira, setiap kebijakan apalagi yang dikeluarkan institusi resmi pendidikan terlebih di dalamnya terdapat kepentingan pihak lain harus punya landasan yang kuat, tidak boleh berdasarkan asumsi. Apalagi prasangka dan menstigma mahasiswi bercadar dikarenakan yang bersangkutan menganut ideologi atau aliran tertentu.
Bahkan diidentikkan dengan gerakan radikal yang bertentangan dengan Pancasila, sangat tidak berdasar. Lanjut Fahira, walau sebelum pemecatan ada tahapan konseling dan sebagainya, tapi dirinya mengingatkan kampus, bahwa mahasiswi yang mengenakan cadar sebagai bentuk keyakinannya beragama tidak boleh diberi sanksi apa pun.
Selama mahasiswi dengan atribut apapun yang dikenakannya, tidak melanggar norma agama, hukum, sosial dan tidak membahayakan maka tidak boleh dikenakan sanksi atau hukuman apapun. "Mahasiswi yang bercadar karena ekspresi keyakinannya beragama dilindungi oleh UUD 1945, tidak boleh dilanggar oleh siapapun, tegas Senator DKI Jakarta ini.
Kekhawatiran pihak kampus, lanjut Fahira, terhadap ideologi radikal yang menyusup ke kampus dan mahasiswa tidak serta merta dilawan dengan melarang pengenaan cadar dan menstigma mereka yang bercadar berkaitan erat dengan ideologi radikal. Namun, lewat berbagai program, baik itu akademik maupun nonakademik yang kreatif dan intensif menumbuhkan semangat dan sikap nasionalisme dan kebangsaan.
"Jika ada organisasi yang oleh pihak kampus dianggap melanggar hukum dan beroperasi di kampus segera laporkan pihak berwajib untuk segera ditindak. Bukan dengan melarang-larang atribut pakaian seseorang," jelas Fahira.
Saat ini, lanjut Fahira, jihad terbesar umat Islam di dunia adalah melawan stigma yang begitu kuat mengidentikkan semua hal yang terkait dengan Islam mulai dari ajarannya, simbol-simbolnya, bahkan hingga atribut atau busananya terkait dengan ideologi kekerasan atau terorisme.
"Warga muslim dunia berharap besar kepada Indonesia untuk menjadi yang terdepan melawan stigma-stigma seperti ini. Kita bisa menjadi yang terdepan, jika stigma-stigma ini bisa kita lawan mulai dari dalam negeri kita sendiri," tutup Fahira.