REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu tantangan dalam meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia adalah mencegah penyebaran kabar bohong atau hoaks dengan cara memberikan pemahaman yang luas kepada masyarakat, kata seorang sosiolog. Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Arie Sujito mengatakan, salah satu upaya yang paling tepat dalam mencegah penyebaran kabar bohong adalah memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk tidak memercayai kabar bohong.
"Kita harus mengingatkan masyarakat bahwa jangan sampai memanipulasi identitas sehingga politik harus memiliki nilai moral. Kasus yang dibongkar kemarin oleh kepolisian harus terus didorong dan harus ada gerakan sosial untuk melawan hoaks, tidak hanya slogan," katanya dalam diskusi yang diselenggarakan Digital Culture Syndicate.
Arie mengatakan, hoaks perlu menjadi perhatian penting ketika menjelang pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum karena bisa menurunkan kualitas demokrasi. "Penyebaran hoaks adalah musuh demokrasi dan yang paling berbahaya adalah bagi grass root. Nalar hilang karena ruang pubik sudah kotor, debatnya bukan debat program atau agenda, atau refelski. Diskusi yang ada hanya mereproduksi kebencian karena nalar yang mengalami kedangkalan, ketika ruang publik yang kumuh, hoaks semakin subur," katanya menegaskan.
Sementara itu, pengamat politik J Kristiadi dalam kesempatan itu mengatakan, upaya melawan hoaks adalah dengan memperkuat masyarakat madani. "Melawan hoaks dengan memperkuat civil socety. Bagi saya, hoaks adalah virus mematikan yang tak hanya membunuh manusia tapi juga membunuh nilai-nilai kemanusiaan. Hoaks bisa menyebarkan kebencian," katanya.
Kristiadi mengatakan, bila hal ini tidak ditangani, pendangkalan pola pikir masyarakat akan terjadi sehingga semua pihak harus segera mengambil langkah untuk mencegahnya.