REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari The Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo, menilai upaya membentuk poros ketiga dalam pilpres 2019 sulit dilakukan. Namun, mungkin terjadi jika ada perkembangan politik yang mendukungnya.
"Tidak mudah untuk mewujudkan poros ketiga. Sebab, kepentingan politik pasti berjalan dinamis serta alot, yakni terbelenggu oleh ambang batas presiden sebesar 20 persen, serta dinamika tawar-menawar posisi capres-cawapres yang tak mudah dikompromikan," kata Karyono dihubungi di Jakarta, Jumat (16/3).
Namun, Karyono mengatakan, terbentuknya poros ketiga ini mungkin terjadi jika dalam kekuatan poros ketiga itu terdapat satu partai yang saat ini berada dalam koalisi pemerintah. "Misalnya, jika PKB keluar dari poros pemerintah. Jika Demokrat dan PKB mencapai kesepakatan dan PAN ikut bergabung maka poros ketiga bisa terbentuk," ujar dia.
Dia menekankan, segalanya bergantung terhadap kesepakatan politik ketiga partai itu dengan Jokowi. Lebih jauh, Karyono menyatakan bahwa pembentukan poros ketiga dapat dilandasi oleh dua alasan.
Alasan pertama, untuk meningkatkan posisi tawar politik. Sedangkan, alasan kedua, yang bersifat sangat politis, yakni untuk memecah perolehan suara Jokowi.
Menurut Karyono, Jokowi masih dominan jika hanya berhadapan dengan Prabowo Subianto. Namun, jika terbentuk poros ketiga, suara pemilih Jokowi dapat pecah dan berpotensi terjadi dua putaran pilpres. Celah tersebut dapat dimanfaatkan untuk membalikkan keadaan.