REPUBLIKA.CO.ID, BRAZZAVILLE -- Dunia internasional memberi perhatian pada Indonesia karena menjadi salah satu negara dengan lahan gambut terluas di dunia, dengan luas lebih dari 15 juta hektare (ha). Perhatian tersebut menjadi baik setelah pemerintah Indonesia berhasil menjalankan kebijakan usai kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hebat tahun 2015.
Direktur eksekutif Program Lingkungan PBB (UNEP), Erik Solheim, mengatakan pemerintah Indonesia secara efektif mampu memperbaiki tata kelola gambut sebagai prioritas nasional, melalui penerbitan peraturan perundangan maupun langkah-langkah aksi nyata implementasi di lapangan untuk upaya pencegahan terulangnya kembali kebakaran gambut. Dia pun memuji langkah-langkah yang dilakukan Indonesia dalam upaya pemulihan ekosistem gambut.
"Rusaknya lahan gambut di seluruh dunia akan menjadi pukulan besar terhadap Perjanjian Paris dan bagi generasi mendatang,'' tegas Solheim, dalam rilis yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jumat (23/3).
Solheim juga meminta Republik Kongo dan Republik Demokratik Kongo untuk belajar dari pengalaman Indonesia dalam upaya pemulihan ekosistem gambut. Indonesia telah berupaya keras memperbaiki kesalahan-kesalahan masa lalu dalam hal pengelolaan ekosistem gambut.
"Termasuk keberhasilan dalam koordinasi dengan TNI, Polisi, masyarakat, dan LSM. Penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran juga sangat mendukung upaya percepatan pemulihan ekosistem gambut," tambahnya.
Pada pertemuan ini Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar memberikan paparan mengenai Karhutla di Indonesia. Dia menjelaskan mengenai kejadian kebakaran hutan pada 2015 menjadi pelajaran amat berharga bagi pemerintah Indonesia. Kejadian ini pun membuat pemerintah merespon melalui kebijakan-kebijakan untuk melakukan perbaikan tata kelola gambut secara ketat dan menyeluruh, terutama dalam rangka pencegahan terulangnya kebakaran gambut.
Hasilnya pada periode 2016-2017, Indonesia berhasil menurunkan titik api sebanyak 93,6 persen. "Keberhasilan ini merupakan bukti keseriusan pemerintah Indonesia menjadikan pencegahan karhutla yang mayoritas terjadi di lahan gambut sebagai prioritas nasional, dan berhasil mewujudkan kebijakan-kebijakan dalam aksi yang efektif di lapangan,'' tegas Menteri Siti.
Strategi yang mendukung upaya-upaya perbaikan tata kelola gambut, di antaranya melalui kebijakan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, perpanjangan Inpres Moratorium pemberian izin baru di hutan primer dan lahan gambut, serta terus meningkatkan penegakan hukum secara efektif. Salah satu yang fenomenal adalah, putusan terhadap satu pemegang konsensi lahan yang terbukti bersalah dalam kasus karhutla dan harus membayar ganti rugi sebesar 1,2 juta dolar AS.
Menteri LHK Siti Nurbaya memberikan paparan dalam pertemuan tingkat tinggi sebagai rangkaian pertemuan Mitra Kerja Global Peatland Initiative (GPI) di Brazzaville, Republik Kongo, Kamis (22/3) waktu setempat.
Menteri Siti menekankan salah satu kunci keberhasilan Indonesia adalah kemampuan untuk melibatkan semua pihak secara efektif dalam kerja besar ini, mulai dari organisasi kemasyarakatan, termasuk mendorong pemenuhan kewajiban legal sektor swasta yang terkait pengelolaan lahan gambut di konsesi mereka.
Indonesia pun berkomitmen melakukan penelitian dalam upaya pemulihan ekosistem gambut, termasuk pengembangan sistem monitoring ketinggian permukaan air dan vegetasi di lahan gambut, website dan portal online untuk peta dan penggunaan lahan gambut di di beberapa kabupaten yang menjadi percontohan.
"Indonesia memiliki Desa Peduli Gambut sebagai satu model untukmanajemen lahan gambut terintegrasi yang melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan konservasi lahan gambut," ujar Menteri Siti.