REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno membantah jika partainya saat ini tengah melakukan politik 'cuci tangan' atas penyebutan nama sejumlah kader PDIP dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP-el. Menurut Hendrawan, pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristianto yang membantah kader PDIP terlibat dalam kasus KTP-el karena saat itu bukanlah partai penguasa, adalah benar adanya.
"Pak Hasto itu menyampaikan itu, faktanya begitu, saat itu kami oposisi. Tentu jika pembahasan dilakukan, arsitek utama pasti rekan-rekan yang sangat dominan," kata Hendrawan saat dihubungi, Jumat (23/3).
Ia juga mengatakan, pembahasan proyek pengadaan KTP-el memang terjadi di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurutnya, sebagai partai oposisi di luar pemerintahan, tentu secara kronologi peristiwa, PDIP tidak menjadi bagian fraksi yang berperan utama dalam pembahasan.
"Pada masa itu, anggota-anggota fraksi kami hanya penggembira, pemirsa di pinggir jalan, kalau itu jelas fakta," ujar Anggota Komisi XI DPR tersebut.
Namun demikian, Hendrawan meminta semua pihak saling meredam dan menahan pernyataan agar tidak menimbulkan kegaduhan baru. "Kita tidak perlu membangun kegaduhan baru. Yang penting, kita jangan lari dari kronologi kesadaran yang ada," ujar Hendrawan.
Beberapa saat sebelumnya, Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan langsung menanggapi pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang dianggapnya justru terkesan menyalahkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain itu, argumentasi Hasto yang mengatakan partai beroposisi pasti tak melakukan korupsi juga dangkal, lemah dan mengada-ada.
"Tindak pidana, di manapun dan kapan pun, serta partai manapun yang sedang berkuasa, adalah perbuatan yang dilakukan secara pribadi, yang harus dipertanggungjawabkan secara pribadi pula. Semua sama di hadapan hukum. Tidak ada kaitannya dengan partai yang sedang beroposisi atau yang sedang berkuasa," ujar Hinca.
Hinca juga menilai pernyataan PDIP yang langsung menyalahkan pemerintahan Presiden SBY, dan mendiskreditkan Partai Demokrat, juga salah alamat. Sebab, bukan Partai Demokrat ataupun kadernya yang menyebut Puan Maharani dan Pramono Anung, tetapi terdakwa kasus KTP yang merupakan mantan ketua umum Golkar Setya Novanto.
"Kalau membantah dan mengatakan kadernya tidak terlibat, bantahannya harusnya kepada Setya Novanto dan KPK. Partai Demokrat juga tidak akan ikut-ikutan memvonis Puan Maharani dan Pramono Anung pasti terlibat," kata Hinca.