REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Fraksi Partai Nasdem DPR RI, Syarief Abdullah Alkadrie khawatir aturan cuti calon presiden (Capres) pejawat saat kampanye, dapat menyebabkan kekosongan kekuasaan negara. Syarief meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk berhati-hati dalam membuat peraturannya.
"Jangan sampai satu detik pun terjadi kekosongan kekuasaan negara, karena Presiden merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan," kata Syarief di Jakarta, Jumat (6/4).
Syarief menjelaskan tugas Presiden bukan hanya sebagai kepala pemerintahan namun juga kepala negara dan Wakil Presiden posisinya bukan sebagai wakil kepala negara. Karena itu, ia menilai posisi Presiden sebagai kepala negara tidak bisa digantikan misalnya menyatakan negara dalam keadaan darurat yang membutuhkan keputusan langsung Presiden.
"Kepala negara berkaitan memberikan grasi termasuk menyatakan negara dalam keadaan darurat. Kalau selama cuti Presiden kita tidak tahu ada hal-hal seperti itu sedangkan Wapres bukan wakil kepala negara, ini menjadi persoalan," ujarnya.
Syarief mengatakan kalau ada pihak yang mengkhawatirkan terjadinya penyalah gunaan kekuasaan ketika Presiden petahana tidak cuti ketika kampanye, maka dibuat saja aturannya. Dia mencontohkan semua kegiatan kampanye Presiden petahana dibuat transparan misalnya dari sisi keuangan sehingga tidak ada uang dan fasilitas negara yang digunakan untuk kepentingan kampanye.
"Mari berpikir untuk kepentingan bangsa dan negara, artinya jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan di negara kita," ujarnya.
Menurut dia sebenarnya aturan yang akan dibuat KPU terkait cuti Presiden petahana ketika kampanye Pilpres 2019 sangat fleksibel dan sederhana. Namun dia menilai ada persoalan mendasar dibalik aturan tersebut menyangkut kepentingan negara terkait posisi Presiden sebagai kepala negara.
"Padahal ada persoalan dibalik kalau Presiden petahan cuti terjadi hal yang menyangkut kepentingan negara dan hanya bisa dilaksanakan kepala negara, tentu itu menjadi persoalan," ujarnya.
Sebelumnya, komisioner KPU RI Wahyu Setiawan dalam RDP dengan Komisi II DPR pada Senin (2/4) menjelaskan KPU akan membuat PKPU terkait cuti kampanye Presiden dan Wapres yang ikut kampanye Pilpres 2019, keduanya wajib cuti diluar tanggungan negara.
"Presiden dan Wakil Presiden wajib cuti diluar tanggungan negara, dan tidak dilakukan bersamaan," kata Wahyu, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/4).
Wahyu mengatakan Presiden dan Wakil Presiden yang telah ditetapkan sebagai Capres maupun Cawapres, harus memperhatikan tugas kenegaraannya selama melakukan kampanye Pilpres 2019. Menurut dia, dalam PKPU itu juga melarang Presiden dan Wapres menggunakan fasilitas negara dalam kampanye Pilpres.
"Presiden dan Wakil Presiden ketika kampanye di hari libur tidak perlu cuti. Cuti diluar tanggungan itu diajukan sehari sebelum kampanye dilakukan," ujarnya.
Wahyu mengatakan cuti capres dan cawapres yang diatur KPU itu berbeda dengan cuti Kepala Daerah yang ikut kontestasi Pilkada yaitu selama masa tahapan kampanye Pilkada.
Pasal 281 ayat (1) UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu menjelaskan bahwa kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
a. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Dalam Pasal 301 UU Pemilu menyebutkan Presiden atau Wakil Presiden yang telah ditetapkan secara resmi oleh KPU sebagai Capres atau cawapres dalam melaksanakan kampanye Pilpres memperhatikan pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai Presiden atau Wapres.