Jumat 18 May 2018 15:45 WIB

Koopssusgab TNI Dihidupkan Lagi, Usman Hamid: Tidak Tepat

Amnesty International Indonesia menilai dihidupkannya Koopssusgab tak tepat.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid merasa kembali dihidupkannya Komando Operasi Khusus Gabungan (koopssusgab) TNI adalah langkah yang tidak tepat. Hal tersebut juga dianggap terlalu dini dan masih ada beberapa hal lain yang lebih mendesak untuk dilakukan.

"Tidak bisa dan tidak tepat," ujar Usman saat dihubungi Republika.co.id melalui sambungan telepon, Kamis (17/5) malam.

Usman menjelaskan, yang justru diperlukan saat ini adalah beberapa hal lain. Di antaranya, penguatan deteksi dan kemampuan intelijen, penegakan hukum, pencegahan melalui deradikalisasi, Revisi Undang-undang (UU) Terorisme, dan kontrol atas pendanaan atau transaksi orang-prang yang dianggap terlibat dalam kelompok teroris.

"Keenam adalah kerja sama regional, bilateral, dan internasional. Misalnya untuk perbatasan imigrasi, penerbangan, dan sebagainya," katanya.

Menurut dia lagi, keputusan kembali dihidupkannya Koopssusgab TNI merupakan keputusan yang terlalu dini. Itu karena rumusan ancaman atau matriks ancaman yang dihadapi belum jelas sehingga perlu pelibatan TNI dalam menindak terorisme.

"Kalaupun memang mau melibatkan TNI maka mekanisme pelibatannya disusun terlebih dahulu," ucapnya.

Pada pasal 7 UU TNI, lanjut Usman, diwajibkan adanya keputusan politik negara untuk mengerahkan TNI dalam membantu Polri. Bisa juga dengan UU yang diberi nama tugas perbantuan yang dia nilai tak pernah disahkan atau dibahas sungguh-sungguh oleh pembentuk UU.

"Atau yang kedua, itu tadi kalau mau menggunakan UU TNI, kalau mau menggunakan UU Polri maka pasal 41 itu ada tentang tugas perbantuan atas permintaan Polri kepada TNI. Tapi, itu tetap TNI-nya di bawah koordinasi Polri," katanya menjelaskan.

Dasar hukum untuk pelibatan TNI dalam melawan terorisme itu harus dibentuk terlebih dahulu daripada kembali menghidupkan Koopssusgab. Pandangan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang mengatakan hal itu tidak perlu dasar hukum pun dinilai tidak tepat. Untuk melibatkan prajurit, kata Usman, harus ada perlindungan hukum bagi mereka.

"Perlu dipikirkan nasib para prajurit itu karena berhadapan dengan ancaman yang belum tentu memang mereka terbiasa dengan latihan mereka untuk itu. Ini kan jenis ancamannya sendiri belum dirumuskan secara jelas untuk digunakan dalam melibatkan TNI," ujarnya.

(Baca juga: Presiden Jokowi Setujui Koopssusgab Dihidupkan Kembali)

Sebelumnya, Kepala KSP Moeldoko mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) merestui Koopssusgab dihidupkan kembali. Koopsusgab ini merupakan tim antiteror gabungan dari tiga matra TNI, yakni Sat-81 Gultor Komando Pasukan Khusus milik TNI AD, Detasemen Jalamangkaraya TNI AL, dan Satbravo 90 Komando Pasukan Khas dari TNI AU.

"Untuk Komando Operasi Khusus Gabungan TNI, sudah direstui oleh Presiden dan diresmikan kembali oleh Panglima TNI," katanya, Rabu (16/5).

Moeldoko menyampaikan, kemampuan pasukan Koopssusgab telah disiapkan secara baik untuk ditugaskan ke berbagai daerah di Indonesia. Selanjutnya, Kapolri dan juga Panglima TNI akan membahas lebih lanjut tugas pasukan khusus gabungan ini.

Untuk mengaktifkan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan ini, kata dia, tak perlu menunggu pembahasan revisi UU Antiterorisme rampung. Selain itu, Moeldoko menambahkan, juga tak diperlukan payung hukum lainnya untuk menghidupkan pasukan yang berada di bawah komando Panglima TNI tersebut.

"Enggak perlu nunggu. Sekarang ini, pasukan itu sudah disiapkan," ucapnya.

Menurut dia, operasi gabungan ini perlu dijalankan sebagai langkah preventif menghadapi ancaman serangan terorisme dan menciptakan ketenangan masyarakat. Serangan teror yang terjadi berturut-turut ini pun disebutnya sebagai dampak dari tindakan tegas aparat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement