REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan DPR sepakat mempercepat penyelesaian pembahasan revisi UU anti-terorisme. Menurut Direktur The Community of Ideological Islamist Analyst (CIIA) ,Harits Abu Ulya, poin penting yang perlu diperhatikan publik dalam pembahasan revisi UU anti-terorisme yakni terkait definisi terorisme.
"Yang paling penting itu adalah soal definisi. Orang itu dihukum berdasarkan defisini. Kalau defisini ambigu ini bahaya. Jadi siapa yang mempunyai otoritas untuk menentukan seorang itu teroris atau tidak," kata Harits saat dihubungi //Republika//, Ahad (20/5)
Definisi terorisme ini dinilainya sangat penting sehingga tak menyebabkan adanya multitrafsir. Sebab, poin tersebut disebutnya sangat berpengaruh terhadap nasib seseorang apakah memang terlibat dalam tindak pidana terorisme atau tidak.
"Jadi pengadilan menghukumi orang teroris dengan hukuman begini-begini, itu kan harus ada rujukan UU-nya, definisi terorisnya. Kalau definisinya masih ambigu multitafsir ini bahaya. Saya lihat dari draft yang ada ini masih belum clear," ujarnya.
Sebelumnya, anggota Panitia Khusus (pansus) revisi UU anti-terorisme, Arsul Sani, menyampaikan, saat ini tersisa dua opsi dari definisi terorisme. Dua opsi tersebut yakni fraksi yang mendukung frasa motif politik, ideologi, dan ancaman keamanan negara dimasukan dalam batang tubuh UU. Serta fraksi yang mendukung frasa tersebut dituangkan dalam bab penjelasan.
Fraksi partai pendukung pemerintah telah menyepakati agar frasa motif politik, ideologi, dan ancaman keamanan negara tidak dimasukkan dalam frasa tersebut di dalam pasal, namun menempatkannya di dalam bab penjelasan umum. Sedangkan, fraksi di luar pemerintahan menyepakati frasa definisi tersebut dimasukkan dalam pasal undang-undang tersebut.