REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengungkapkan pada pemeriksaan saksi terhadap Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet), penyidik mengklaridikasi informasi yang didapatkan penyidik terkait keterangan saksi-saksi pengurus DPD Partai Golkar Jateng yang diperiksa sebelumnya.
"Materi pemeriksaan secara rinci dan hal teknis lainnya tentu tidak dapat disampaikan," kata Febri dalam pesan singkatnya, Jumat (8/6).
Febri menambahkan dalam pemeriksaan seseorang sebagai saksi dilakukan karena dibutuhkan keterangannya. Dan penyampaian informasi juga dilakukan secata faktual dan tanpa tendensi lain selain pemenuhan kewajiban KPK untuk menjelaskan hal tersebut.
"Jadi tidak perlu khawatir, karena KPK melaksanakan tugasnya semata-mata berdasarkan hukum," tegas Febri.
Usai diperiksa, Bamsoet mengungkapkan telah memberikan keterangan sesuai dengan kebutuhan penyidik. "Kedatangan saya adalah menghargai undangan KPK karena saya tidak ingin ada polemik antarkelembagaan makanya saya hadir atas inisiatif saya sendiri pada pagi ini utk memberikan keterangan yang dibutuhkan. Dan tadi sudah selesai saya memberikan keterangan," ujarnya.
Pada pekan ini, KPK telah memeriksa sejumlah saksi anggota maupun mantan anggota DPR. Saksi-saksi dari anggota DPR RI tersebut dibutuhkan keterangannya oleh penyidik untuk mendalami fakta persidangan terkait dugaan penerimaan uang kepada mereka.
Irvanto telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Made Oka Masagung, pengusaha sekaligus rekan Novanto, pada 28 Februari 2018 lalu. Irvanto diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan KTP-el dengan perusahaannya, yaitu PT Murakabi Sejahtera.
Irvanto juga diduga ikut beberapa kali pertemuan di ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek KTP-el. Ia juga diduga telah mengetahui ada permintaan fee sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran KTP-el.
Irvanto diduga menerima total 3,4 juta dolar AS pada periode 19 Januari-19 Februari 2012. Uang diperuntukkan kepada Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara.
Made Oka adalah pemilih PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang investment company di Singapura. Ia diduga menjadi perusahaan penampung dana.
Made Oka melalui kedua perusahaannya diduga menerima total 3,8 juta dolar AS sebagai peruntukan kepada Novanto yang terdiri atas 1,8 juta dolar AS. Penerimaan melalui perusahaan OEM Investment Pte Ltd dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy sebesar 2 juta dolar AS.
Made Oka diduga menjadi perantara uang suap untuk anggota DPR sebesar lima persen dari proyek KTP-el. Keduanya disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.