Jumat 08 Jun 2018 15:26 WIB

BI Perkirakan Inflasi Juni 2018 Sebesar 0,22 Persen

Hasil survei BI pekan pertama Juni 2018 menunjukkan indikator harga terkendali.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nidia Zuraya
Gubernur Bank Indonesia - Perry Warjiyo
Foto: Republika/ Wihdan
Gubernur Bank Indonesia - Perry Warjiyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memprediksi tingkat inflasi pada Juni 2017 sebesar 0,22 persen (MTM). Perkiraan tersebut sedikit lebih tinggi daripada realisasi inflasi pada Mei 2018 yang sebesar 0,21 persen (MTM).

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, hasil survei pemantauan harga pekan pertama Juni 2018 menunjukkan indikator harga-harga terkendali dan rendah. "Dari pemantauan harga sampai pekan pertama, kami mengestimasi pada Juni ini terjadi inflasi 0,22 persen (MTM) kalau secara komulatif dari Januari ke Juni sebesar 1,53 persen (YTD), kalau secara year on year sebesar 2,75 persen," kata Perry dalam media briefing di gedung BI, Jakarta, Jumat (8/6).

Perry menyatakan prediksi angka tersebut menunjukkan harga-harga tetap terkendali dan rendah. Perry menyatakan, hasil survei menunjukkan bahwa harga kelompok bahan makanan atau bahan pokok tercatat rendah, bahkan banyak yang deflasi.

Namun, ada beberapa penyumbang inflasi yang relatif tinggi, biasanya menjelang Lebaran faktor musiman berasal dari angkutan udara dan angkutan antar kota. "Itu wajar karena banyak yang sudah memesan tiket dan melakukan mudik," ujarnya.

Angkutan udara termasuk bagian dari inflasi harga yang diatur pemerintah atau administered prices. Kementerian terkait telah melakukan kebijakan mengenai angkutan Lebaran. Kontribusi angkutan udara dan angkutan antarkota terhadap inflasi hanya 0,08 persen.

Perry menegaskan, perkiraan inflasi 2,75 persen (YOY) menunjukkan stabilitas harga-harga tidak hanya terkendali, tetapi juga rendah. Menurut dia, ada beberapa faktor yang menyebabkan inflasi cukup rendah.

Pertama, koordinasi yang kuat antara BI dan pemerintah, baik pusat maupun daerah. "Distribusi pangan cukup baik sehingga kelompok makanan dalam indeks harga konsumen (IHK) terkendali cukup baik," ujarnya.

Faktor kedua, perekomian Indonesia terus naik. Meskipun tingkatnya masih di bawah tingkat kapasitas dari potential output. Meski permintaan naik, tekanan-tekanan masih ada sehingga permintaan masih belum menguat.

Faktor ketiga, terjaganya ekspektasi inflasi. "Dengan inflasi rendah dan terkendali itu memberikan dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi kita," katanya.

Di sisi lain, pelemahan nilai tukar dinilai tidak begitu berdampak terhadap inflasi. Dampak rupiah terhadap inflasi diklaiim sangat kecil. "Ada beberapa barang yang harganya naik karena kandungan impor tinggi. Tapi secara umum pelemahan rupiah tidak berdampak terhadap inflasi," ucap Perry.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement