Selasa 03 Jul 2018 14:28 WIB

Soal Usulan Hak Angket PKPU Caleg, Ini Kata PPP

KPU menerbitkan larangan mantan napi korupsi menjadi caleg.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Andri Saubani
Mantan koruptor dilarang jadi caleg.
Foto: republika
Mantan koruptor dilarang jadi caleg.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekretaris Jendral PPP Achmad Baidowi menjelaskan, rencana pengajuan Hak Angket terkait dengan penerbitan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota bukan usulan dari PPP. Menurutnya, wacana Hak Angket hasil pembicaraan internal di Komisi II DPR.

"Bukan PPP yang usulkan tapi hasil obrolan di internal Komisi II DPR," ujarnya ketika dihubungi Republika, Selasa (3/7).

PKPU tersebut diketahui menjadi perbincangan karena memuat poin yang melarang mantan narapidana korupsi, bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak menjadi calon legislatif (caleg). Tetapi, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Kementerian Hukum dan HAM menilai larangan tersebut bertentangan dengan undang-undang yang ada.

Pernyataan Baidowi dikuatkan Sekretaris Jendral PPP Arsul Sani. Ia menjelaskan, usulan hak angket merupakan aspirasi yang diusulkan oleh sejumlah anggota Komisi II lintas fraksi, termasuk Baidowi. "Sebagai bagian dari hak individual anggota DPR, kami hormati usulan itu," tutur Arsul.

Usulan hak angket itu baru memasuki tahap aspirasi, belum sampai mengkristal dalam bentuk politik. Arsul menegaskan, Fraksi PPP sendiri masih melakukan kajian dan belum membuat keputusan secara resmi. Ketika menentukan sikap resmi, partainya akan melihat urgensi dan keperluan secara cermat terkait PKPU yang baru diresmikan pada Sabtu (30/6) ini.

Arsul menjelaskan, PPP sendiri kemarin sudah menyampaikan kepada ketua DPR agar DPR melalui komisi II dapat mengundang pemerintah dan Bawaslu untuk menyikapi bersama apabila KPU tetap 'ngotot'. "Permasalahannya bukan terkait urgent atau tidak, tapi menabrak tertib hukum kita. Sebab, PKPU kan tidak boleh bertentangan dengan UU atau putusan MK," ucapnya.

Arsul menambahkan, ide dasar dalam PKPU bahwa caleg harus memiliki track record yang baik adalah poin bagus. Hanya, ketika dibuat norma hukum, sudah seharusnya dibuat dalam bentuk yang benar dan kajian mendalam. Tujuannya agar tidak melanggar hak konstitusional warga negara.

Sebelumnya, KPU menetapkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten atau kota pada Sabtu (30/6). PKPU tersebut mengatur larangan eks koruptor berpartisipasi sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2019. Poin itu tertera pada Pasal 7 Ayat 1 huruf h.

"Bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi."

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mempersilakan Komisi II DPR menggulirkan Hak Angket terkait diterbitkannya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD. Namun, menurutnya tetap harus sesuai mekanisme yang ada.

"Bagi saya silakan saja itu digulirkan. Tapi yang pasti, sepanjang yang saya ketahui memang Komisi II dan sebagai sikap, DPR  keberatan atau tidak setuju dengan keputusan KPU mengeluarkan PKPU dimana ada dugaan pelanggaran ketentuan undang-undang?" kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (3/7).

photo
Larangan Nyaleg Mantan Koruptor

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement