Jumat 27 Jul 2018 05:01 WIB

PBB: Gaza di Ambang Kehancuran Total

Warga Gaza perlu mendapat lebih banyak bantuan memulihkan situasi ekonomi

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Warga Palestina mengenakan makeup menyerupai karakter film Holywood Avatar dalam aksi menuntut 'Hak Kembali ke Tanah Air' di perbatasan Jalur Gaza dengan wilayah penjajahan Israel.
Foto: Ibraheem Abu Mustafa/Reuters
Warga Palestina mengenakan makeup menyerupai karakter film Holywood Avatar dalam aksi menuntut 'Hak Kembali ke Tanah Air' di perbatasan Jalur Gaza dengan wilayah penjajahan Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Koordinator Khusus PBB untuk Perdamaian Timur Tengah Nikolay Mladenov mengatakan Jalur Gaza berada di ambang kehancuran total, baik secara sosial maupun ekonomi. Menurutnya, warga Gaza perlu mendapat lebih banyak sokongan dan bantuan.

Mladenov mengungkapkan dirinya menyambut rekomendasi Dewan Bank Dunia untuk mengalokasikan dana sebesar 90 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,3 triliun untuk memulihkan situasi ekonomi Gaza. Dana tersebut meningkat signifikan dibandingkan tahun lalu yang hanya mencapai 55 juta dolar AS.

"Peningkatan signifikan dalam pendanaan ini datang pada saat kritis, ketika intervensi mendesak diperlukan untuk mencegah konflik baru serta meningkatkan peluang dan mata pencaharian ekonomi Palestina," kata Mladenov pada Rabu (25/7), dikutip laman Ma'an News Agency.

Ia mengatakan dana tersebut nantinya juga akan digunakan untuk kemitraan dengan Otoritas Palestina, terutama dalam hal penciptaan lapangan kerja. "PBB akan melanjutkan upaya mengurangi ketegangan di Gaza, menangani kebutuhan kemanusiaan yang mendesak, dan mendukung kembalinya Otoritas Palestina ke Gaza melalui proses rekonsiliasi antar-Palestina yang dimediasi Mesir," ujar Mladenov.

Ia pun mendesak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mempertimbangkan kembali untuk melanjutkan pendanaan terhadap Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). Sebab sejak penangguhan dana bantuan oleh AS, UNRWA mengalami krisis.

Mladenov mengungkapkan saat ini UNRWA membutuhkan dana bantuan setidaknya sebesar 217 juta dolar AS. Dana tersebut diperlukan guna mempertahankan program dan layanan UNRWA untuk pengungsi Palestina sepanjang 2018.

Pada Desember tahun lalu, Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan tersebut menuai banyak kecaman karena dinilai melanggar berbagai resolusi internasional terkait Kota Suci tersebut.

Setelah diakuinya Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Palestina memutuskan menarik diri dari perundingan damai dengan Israel yang dimediasi AS. Palestina menilai AS tak lagi menjadi mediator yang netral karena terbukti membela kepentingan Israel.

Di tengah situasi demikian, AS memutuskan menangguhkan dana bantuan untuk UNRWA. AS hanya mengucurkan dana 65 juta dolar dari total 125 juta dolar yang disiapkan untuk UNRWA. Langkah itu dianggap sebagai upaya AS menarik kembali Palestina ke dalam perundingan damai yang dimediasinya.

Penangguhan dana bantuan itu tak ayal menyebabkan UNRWA mengalami krisis pendanaan. Sebab bagaimana pun, AS merupakan penyandang dana terbesar bagi UNRWA.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement