REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan pembatasan masa jabatan presiden dan wakilnya tidak perlu diperdebatkan. Ketentuan tersebut termuat dalam Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ace memandang soal dua kali jabatan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, merupakan hal yang qath'i atau pasti. Karena itu, ia mengatakan, tidak seharusnya diperdebatkan kembali.
“Jadi, memang itu tidak seharusnya diinterpretasi kembali," kata Ace dalam diskusi bertajuk "Judicial Review Masa Jabatan Cawapres, Konstitusi, dan Reformasi" di Jakarta, Kamis (26/7).
Ace mengatakan saat dirinya terlibat dalam penyusunan UU Pemilu, terjadi perdebatan substansial terkait masa jabatan presiden-wapres. Sebab, Pasal 7 UUD 1945 yang menjadi acuan UU Pemilu banyak yang "mengakali".
"Banyak sekali fenomena orang mengakali dengan cara, misalnya, kalau dia sudah dua kali menjadi kepala daerah atau dua kali kepala pemerintahan presiden maka bagaimana kalau dia menjadi wakil kepala daerahnya," ujarnya.
Menurut dia, ada penjelasan di dalam UU Pemilu bahwa berturut-turut atau tidak berturut-turut maksudnya tetap dua periode masa pemerintahan. Kendati demikian, Ace menghormati langkah Jusuf Kalla sebagai senior Golkar yang menjadi pihak terkait dalam gugatan tentang masa jabatan wapres yang diajukan Perindo ke Mahkamah Konstitusi.
Dia mengatakan motif politik langkah JK itu hanya diketahui oleh JK dan orang-orang di sekelilingnya. "Saya selalu sampaikan bahwa proses hukum yang dilakukan ke MK itu domain hukum. Kalau kemudian hasil proses itu menjadi landasan politik baru kita bilang ini permainan politik," katanya.